I made this widget at MyFlashFetish.com.

Jumat, 24 Agustus 2012

Puisi – Kau

Karya Suparmiyati Kau ajari aku memetik gitar kehidupan Agar tercipta kasih yang lama tak Kudendangkan Kau yang ajari aku mengeja nama Tuhan Yang lama tersingkir dalam benak (Tahukah kau? Semua itu membuat Kekagumanku tandas untukmu) Kau izinkan aku duduk di beranda hatimu Agar cukup kudongakkan kepalaku Untuk melihat apa yang tersimpan di sana Dan mengambil sebongkah cinta untukku Kau yang ajari aku sisa hidup Menghitung karunia yang tak terhingga Bersama saputangan jingga di langit biru Dalam sisa usia yang semakin luas Dan Mari kita bersandar Di tiang kasih yang kita tegakkan Mari kita berteduh Di bawah pilar kebersamaan yang kita bangun

Contoh Syair

Diriku lemah anggotaku layu Rasakan cinta bertalu-talu Kalau begini datangnya selalu Tentulah kakanda berpulang dahulu

Contoh Pantun Kilat

Gendang gendut, tali kecapi Kenyang perut, senanglah hati Pinggan tak retak, nasi tak ingin Tuan tak hendak, kami tak ingin

Contoh Pantun Talibun

Kalau anak pergi ke pecan Yuk beli belanak beli Ikan panjang beli dahulu Kalau anak pergi berjalan Ibu cari sanak pun cari Induk semang cari dahulu

Contoh Pantun Berkait

Sarang garuda di pohon beringin Buah kemuning di dalam puan Sepucuk surat dilayangkan angin Putih kuning sambutlah Tuan Buah kemuning di dalam puan Dibawa dari Indragiri Putih kuning sambutlah Tuan Sambutlah dengan si tangan kiri Dibawa dari Indragiri Kabu-kabu dalam perahu Sambutlah dengan si tangan kiri Seorang makhluk janganlah tahu

Selasa, 01 Mei 2012

Orang Saleh Meninggal Setelah Mendengar Ayat Al Quran

Mansur ibn Ammar r.a. berkata, “Suatu hari aku singgah di kota Kufah. Ketika aku berjalan di kegelapan malam,aku mendengar tangisan memelas seorang laki-laki dari dalam sebuah rumah. Lelaki itu berkata, “Ya Tuhanku, demi kemuliaan dan keagungan-Mu, hamba tidak bermaksud mendurhakai-Mu dengan kemaksiatan-kemaksiatan hamba, tetapi hamba berbuat maksiat itu karena ketidaktahuan hamba akan siksa-Mu. Dengan tali siapa hamba berpegang teguh jika Engkau memutuskan tali-Mu dari hamba? Oh betapa berdosanya hamba! Tolonglah hamba ya Allah!” Mansur ibn Ammar meneruskan, “Ucapan lelaki itu membuatku menangis. Aku pun berhenti di depan rumahnya dan membacakan ayat untuknya, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamau dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahrim: 6). Tiba-tiba aku mendengar teriakan keras lelaki itu dan suara gaduh dalam rumahnya. Aku pun berhenti sampai suara lelaki itu terhenti, kemudian aku pergi.” Keesokan harinya, aku datang ke rumah lelaki itu. Aku mendapatkan orang itu sudah meninggal dan orang-orang sedang mengurus jenazahnya. Aku melihat seorang wanita tua sedang menangis. Aku menanyakan perihal dirinya dan orang-orang menjawab bahwa dia adalah ibu si mayyit. Aku mendekati wanita tua itu dan menanyakan keadaan si mayyit ketika hidup. Wanita itu menjawab, “Dia orang yang rajin berpuasa dan melakukan salat malam. Dia senantiasa mencari rezeki yang halal dan membagi penghasilannya menjadi tiga, sepertiga untuk nafkah dirinya, sepertiga untuk menafkahiku, dan sepertiganya ia sedekahkan. Tadi malam ada seseorang yang lewat – saat ia sedang membaca Al Quran – ia mendengar (orang itu membaca) suatu ayat dari Al Quran dan kemudian ia meninggal.” Sumber : Muhammad Amin Al Jundi, 1001 Kisah Teladan

Keislaman Abu Dzar Al Ghifari

Abu Dzar Al Ghifari r.a. adalah salah seorang sahabat Nabi saw. Yang terkenal. Al kisah waktu pertama kali ia mendengar kabar tentang kenabian Muhammad saw. Ia telah mengirim saudaranya ke Mekah untuk memastikan berita itu. Kepada saudaranya ia berkata, Apabila ada orang yang mengaku telah dating wahyu kepadaku dari langit, maka selidikilah dirinya dan dengarkanlah dengan baik-baik, katanya. Saudaranya pun pergi ke Mekah, setelah menyelidiki keadaan di sana, ia kembali dan berkata kepada saudaranya, Saya telah melihat bahwa ia berakhlak mulia dan terpuji. Dan saya telah mendengar ucaoannya yang sangat indah, namun bukan ucapan syair atau ahli sihir. Abu Dzar merasa tidak puas atas berita saudaranya itu sehingga ia memutuskan untuk pergi sendiri ke Mekah. Setibanya di sana, ia langsung menuju Masjidil Haram. Saat itu ia belum mengenal wajah Nabi saw. dan ia menduga tidaklah aman baginya jika ia bertanya tentang nabi kepada orang-orang. Sampai petang ia berada di sekitar masjid. Saat itu juga lewat Ali r.a. Ia melihat seorang musafir miskin dan tidak tahu apa-apa terlantar di jalanan. Hatinya pun tersentuh untuk menolong dan memenuhi keperluannya. Lalu Ali r.a. mengajak musafir itu ke rumah dan dilayaninya dengan baik. Kemudian Ali r.a. pun berfikir, musafir yang terlantar ini pasti mempunyai maksud dan tujuan dating ke mari, tetapi ia belum mengutarakannya kepadaku. Hari berikutnya Ali r.a. memberanikan diri untuk bertanya kepada tamunya. Apa tujuanmu dating ke sini? Abu Dzar meminta agar Ali r.a. berjanji untuk menjawab setiap pertanyaannya dengan jujur, barulah ia menyampaikan maksudnya. Ali r.a. berkata, Sungguh beliau adalah utusan Allah. Jika aku pergi esok hari, maka ikutilah aku. Aku akan mengantarkanmu kepadanya. Akan tetapi, penentangnya sangat banyak dan sangat berbahaya jika mereka mengetahui hubungan kita. Keesokan paginya, Ali r.a. dan musafir tersebut tiba di rumah Nabi saw. dengan sembunyi-sembunyi. Mereka berbincang-bincang dengan Nabi saw. Pada saat itulah Abu Dzar r.a. masuk Islam. Nabi saw. sangat mencemaskan keadaan Abu Dzar kalau-kalau ada gangguan yang menimpa dirinya, beliau melarang Abu Dzar untuk jangan menunjukkan keislamannya di muka umum. Nabi saw. bersabda, Pulanglah ke kaummu dengan sembunyi-sembunyi dan boleh kembali ke sini jika kami mendapat kemenangan. Abu Dzar berkata, Demi Dzat yang nyawaku di tangan-Nya, aku akan mengucapkan kalimat tauhid ini di hadapan orang-orang yang tanpa iman itu. Lalu ia langsung pergi ke Masjidil Haram dan dengan suara lantang ia berteriak, asyhadu allailaha illallah waasyhau anna muhammadan rasulullah. Begitu ia selesai mengucapkan syahadat orang-orang menyerangnya dari empat penjuru sehingga tubuhnya banyak yang terluka, bahkan ia hampir saja menemui ajalnya. Akan tetapi, untunglah paman Nabi yang bernama Abbas r.a. yang ketika itu belum memeluk Islam telah menghalangi perbuatan kaumnya yang menyiksa Abu Dzar sambil berteriak, Kalian sungguh zalim, orang itu adalah orang Ghifar, kabilah ini tinggal di antara jalan menuju ke Syam. Jika ia mati, maka jalan pulang pergi ke Syam akan tertutup bagi kita. Akhirnya, mereka meninggalkan Abu Dzar. Pada hari kedua, Abu Dzar r.a. berbuat hal yang sama. Ia pergi ke Masjidil Haram dan berteriak mengucapkan kalimat tauhid di hadapan orang banyak sehingga orang-orang yang membenci ucapannya itu kembali memukulinya. Pada hari itu pun Abbas r.a. jualah yang mengingatkan kaumnya bahwa jika dia mati, maka perjalanan dagang mereka akan tertutup. Dan mereka pun kembali meninggalkannya. Sumber: Ust. A. Abdurrahman Ahmad, Fadhilah Amal

Keutamaan Bersedekah pada Hari Jumat

Al kisah ada seorang pemuda dari Samarkan, dia mengalami sakit parah sudah begitu lama. Dalam keadaan sakit itu dia pernah berkata: Jika Allah SWT. mengaruniakan kesembuhan kepada dirinya, dia akan bernadzar akan menyedekahkan semua hasil pekerjaannya pada hari Jumat. Tidak berapa lama doanya terkabul, Allah SWT. benar-benar menyembuhkan semua penyakit yang dideritanya sehingga dia bisa hidup dan bekerja sebagai sedia kala. Kemudian, pada suatu waktu dia juga ingin bernazar untuk orang tuanya yang telah meninggal, tetapi dia belum memiliki cukup uang. Lalu, dia minta pendapat/fatwa kepada salah seorang ulama tempat dia tinggal bagaimana dia bias melaksanakan nazarnya. Ulama tersebut memberi jalan kepada pemuda itu yakni Pergi dan carilah kulit semangka lalu bersihkan dengan air, setelah itu pergilah ke jalan daerah Rasaniq kemudian lemparkan kulit semangka tersebut kepada himar-himar penduduk di sana dan niatkanlah pahalanya untuk orang tuamu sehingga kamu bisa bebas dari nazarmu. Sumber: Ahmad Syihabuddin Bin Salamal Al Qalyubi 215 Kisah yang Meneguhkan Iman

Kisah Syaikh Muhammad Hamid

Al Kisah seorang ulama pada zaman dahulu yang bernama Syaikh Muhammad Hamid pernah bercerita Dulu ketika ia masih belajar di pesantren, pernah mengalami putus asa dalam belajar. Syaikh telah berusaha untuk belajar dengan tekun yakni dengan membaca buku, ia tetap tidak mengerti dan merasa terus bergumul dalam kebodohan. Semakin ia membaca, semakin bertambah pula rasa kebingungan yang ia rasakan. Akhirnya pada suatu waktu, ia memutuskan untuk berhenti belajar di pesantren dan pulang ke kampong halamannya. Ia pulang dengan berjalan dan melewati lorong dan lereng-lereng gunung. Naik turun ia lakukan seraya terus melakukan perenungan (dialektika pemikiran). Sampai di suatu tempat, di bawah sebuah pohon yang rindang Syaikh merasa kecapaian dan akhirnya ia beristirahat. Tanpa diduga, dekat pohon tersebut, ada tetesan air dari daratan yang lebih tinggi. Tetesan air itu mengenai batu yang di atasnya terjadi pengikisan akibat dari tetesan air tersebut kemudian ia merenung dengan melihat pada batu itu. Akhirnya, ia mendapat inspirasi dan mengambil kesimpulan bahwa batu saja yang tampak kelihatan keras, tetapi bila ditetesi air terus-menerus akan terjadi pengikisan, bahkan sampai dalam, apalagi otak saya. Bukankah otak saya lebih lunak daripada batu? Akhirnya, Syaikh memutuskan untuk tidak jadi pulang ke kampong halamannya dan kembali ke pesantren. Sampai di pesantren, ia belajar dengan lebih tekun. Ia memulai menelaah sebuah buku dengan sungguh-sungguh dan terus mengkaji ilmu pengetahuan dengan serius. Akhirnya, ia menjadi orang alim dan bahkan menjadi salah seorang ulama besar yang sampai sekarang masih dimanfaatkan. Salah satu buku rujukan penting dalam berbagai disiplin ilmu agama, di antaranya Bulugul Maram. Akhirnya, beliau dikenal dengan panggilan Ibnu Hajar yang artinya anak batu. Sumber: Ridwan Asy Syirbani Buku Membentuk Pribadi lebih Islami.

Ajal Manusia

Al kisah seorang pemuda nekat hendak bunuh diri karena dililit hutang dan tidak sanggup untuk membayarnya. Pada suatu hari, dia pergi ke suatu tempat yang sepi, di sana ia membuat simpul tali pada sebatang ranting pohon nangka lalu memasukkan lehernya ke dalam jeratan tali tersebut dan menendang batu yang dipakai untuk pijakan kaki. Begitu tubuhnya tergantung, ternyata ranting itu patah karena tidak kuat menahan berat badannya, maka jatuhlah pemuda itu persis di atas timpukan tahi kerbau. Kurang ajar! Mati yang aku cari, malah tahi kerbau yang aku dapat, umpatnya. Keesokan harinya, pemuda itu mencoba lagi. Kali ini dia menunggu mobil yang melaju kencang di tiungan curam, di bawahnya terbentang jurang yang dalam. Pada suatu malam, dari kejauhan lewat bis penumpang yang dipacu sopirnya untuk mengejar tambahan penumpang, begitu bis sudah dekat, dia melemparkan dirinya ke tengah jalan agar terlindas oleh bis itu. Akan tetapi, yang namanya belum ajal berpantang untuk mati sopirnya awas melihat ada orang terlempar ke jalan, ia membanting stir arah ke kanan. Lantaran terlalu patah banting stirnya, bis itu tidak dapat dikendalikan langsung bis itu masuk jurang semua penumpang dan sopirnya tewas. Dengan wajah murung pemuda itu menggumam sakin kesalnya. Akhirnya dia mencari jurang lain, di situ ia terjun sambil memejamkan matanya. Ternyata bukan di jurang yang dalam dia terhempas, hanya sebidang kebun teh yang rimbun. Ia cuma luka ringan dan ditolong oleh seorang janda cantik dan kaya pemilik kebun itu. Setelah pemuda tersebut sembuh, si janda muda itu tertarik lalu mengajak pemuda itu untuk menikahinya. Tiga tahun kemudian mereka menjadi suami istri dan bahagia. Si pemuda lupa akan niatnya hendak bunuh diri, bahkan sekarang menjadi takut mati. Pada suatu malam, ia bermimpi didatangi oleh malaikat maut. Kepadanya malaikat maut berkata, Besok jam sembilan pagi engkau akan mati. Ia terbangun dan ketakutan, ia ingin segera lari dari tempat itu untuk menghindari malaikat maut. Tanpa berpikir dan tanpa pamit kepada istrinya, ia memacu mobilnya dengan kencang di jalanan. Ketika melewati tikungan tajam tempat tiga tahun yang lalu sebuah bis terjerumus ke dalam jurang akibat ulahnya, ia makin takut sebab saat itu pas jam sembilan. Akibatnya, ia tidak dapat mengendalikan stirnya karena slip dan pemuda itu jatuh ke dalam jurang. Pemuda itu mati seketika. Oleh karena itu, kematian jangan dicari, tetapi jangan pula ditakuti. Mereka yang mencari kematian berarti menyia-nyiakan hidup. Itu adalah dosa besar. Sumber: K.H. Abdurrahman Arrosi, 30 Kisah Teladan

Keutamaan Salat Berjemaah

Dari Ubaidillah al Qawariri (guru Imam Bukhari dan Muslim) r.a. berkata, Aku tidak pernah absent dari berjemaah salat Isya sama sekali. Pada suatu malam, dating seorang tamu ke rumahku, aku pun menjadi sibuk karenanya sehingga aku tidak bias ikut salat Isya berjemaah. Setelah tamu itu pulang aku keluar untuk mencari orang turut berjemaah salat Isya di masjid-masjid kota Basrah. Namun, orang-orang telah melaksanakan jemaah Isya dan masjid-masjid pun sudah ditutup. Akhirnya, aku pulang ke rumah dengan kecewa. Aku ingat suatu hadis yang menjelaskan bahwa salat berjemaah pahalanya dilipatgandakan sebanyak 27 kali lipat. Maka aku pun melaksanakan salat Isya sebanyak 27 kali kemudian tidur. Dalam tidur aku bermimpi seolah0olah bersama orang-orang sedang menunggang kuda dan kami saling berlomba. Aku mengejar kuda-kuda mereka, tetapi tidak dapat menyusul. Salah seorang di antara mereka menoleh ke arahku dan berkata, Janganlah engkau paksa kudamu, engkau tidak akan menyusul kami. Aku bertanya tidak puas, Mengapa? Karena kami melaksanakan salat Isya sevara berjemaah, sedangkan engkau salat Isya sendirian. Aku pun terbangun dari tidurku dengan perasaan sedih dan kecewa karena hal itu. Sumber dari: Muhammas Amin al Jundi, 101 Kisah Teladan

Pertama Kali Diwajibkannya Salat Fardlu

Alkisah, Malaikat Jibril a.s. mendampingi Nabi Muhammad saw. sampai di langit keenam. Sebelum memasuki setiap langit dalam kerajaan Allah SWT., Jibril selalu meminta izin terlebih dahulu. Begitu Jibril memintakan izin bagi Nabi Muhammas saw., sebelum memasuki langit ketujuh, terdengar suara, Siapa Anda? Jibril, Jibril menjawab. Siapa yang bersama Anda? tanya suara itu lagi. Nabi dan Rasulullah, Muhammad saw. Apakah ia diutus ke sini? Benar. Suara itu menyambut Nabi Muhammad saw. dan berkata, Selamat dating. Tamu terbaik telah tiba. Beliau meneruskan kisahnya, sebagaimana tertulis dalam hadis Bukhari: T dengan Musa, Jibril berkata, Ini Musa. Ucapkanlah salam kepadanya. Aku (Muhammad) segera mengucapkan dan ia menjawabnya. Kemudian Musa berkata, Selamat dating saudara dan Nabi yang saleh. Ketika aku melewatinya, Musa menangis. Aku bertanya, Apa yang membuatmu menangis? Musa menjawab, Aku menangis karena umatku yang masuk surga lebih sedikit daripada umat nabi yang diutus sesudahku. Setelah itu, di langit ketujuh, Rasulullah saw. berjumpa dengan bapak para nabi, Ibrahim a.s., kemudian beliau bersama Jibril naik ke Sidratulmuntaha. Saat itulah, salat 50 kali sehari diwajibkan. Setelah turun bersama Jibril, keduanya kembali bertemu dengan Nabi Musa. Nabi Musa bertanya kepada Nabi Muhammad saw., Apa yang diperintahkan kepada Anda? Rasulullah saw. menjawab, Lima puluh waktu salat sehari. Demi Allah, Aku sudah kenyang pengalaman menghadapi manusia. Aku menghadapi Bani Israil dengan susah payah. Kembalilah pada Tuhanmu lalu mintalah keringanan untuk umatmu. Nabi Muhammad saw. melanjutkan ceritanya. Aku pun kembali ke Sidratulmuntaha. Ternyata Allah SWT. berkenan mengurangi 10 waktu salat. Kemudian aku kembali kepada Musa. Ia masih berkomentar sama bahwa salat 40 kali dalam sehari masih terlalu berat bagi umat Islam. Rasulullah saw. kembali lagi ke Sidratulmuntaha. Kali ini beliau mendapatkan keringanan sepuluh waktu salat, hingga bilangan salat yang diwajibkan tinggal 30 kali. Namun, ketika berjumpa dengan Nabi Musa a.s., ia mengatakan bahwa jumlah tersebut masih terbiloang banyak. Demikian seterusnya, sampai salat yang diwajibkan kepada umat Islam tersisa hanya lima waktu sehari. Musa masih menganggap terlalu banyak. Musa menganjurkan Rasulullah saw. menghadap Allah SWT. memohon keringanan sekali lagi. Nabi Muhammad saw. menjawab, Sudah terlalu banyak aku memohon kepada-Nya sampai aku merasa malu. Kali ini, aku menerima dan rela. Setelah melewati Musa, aku mendengar suara menggema, Aku rela atas tuntutan-Ku dan Aku ringankan untuk hamba-hamba-Ku. Rasulullah saw. menyadari bahwa Allah SWT. yang Maha Mengetahui, ternyata mengetahui yang terjadi antara dirinya dan Nabi Musa a.s. Akhirnya, salat yang diwajibkan kepada umat Islam adalah sebanyak lima waktu dalam seharinya. Sejak itulah, Rasulullah saw. beserta umatnya diperintahkan untuk melaksanakan salat fardu. Sumber disadur dari : Ensiklopedi Al Quran Jilid 1

Salma Menyuruh Suaminya Berwudu Ketika Berhadas Saat Salat

Suatu ketika Abu Rafi mengeluarkan hadas (buang angin) saat sedang salat dan ia tetap melanjutkan salatnya. Salma, istrinya yang mengetahui suaminya tetap melanjutkan salat menyuruh supaya ia mengambil wudu lagi. Akan tetapi, Abu Rafi justru menghardiknya karena merasa tersinggung dan menganggap istrinya telah menyakiti dengan tegurannya itu. Mengetahui perbuatan Abu Rafi, Aisyah menyarankan agar Salma melaporkan kejadian itu kepada Rasulullah saw. Setelah dilaporkan, Rasulullah saw kemudian memanggil mereka dan bertanya kepada Abu Rafi. Apa yang terjadi dengan istrimu, wahai Abu Rafi? Istriku telah melukaiku, wahai Rasulullah. Kemudian beliau bertanya kepada Salma, Dengan apa engkau melukainya, wahai Salma? Aku tidak melukainya dengan apapun selain karena dia mengeluarkan angin saat sedang salat. Lalu aku katakan padanya, Wahai Abu Rafi, sesungguhnya Rasulullah saw. telah memerintahkan orang-orang muslim, apabila salah seorang di antara mereka mengeluarkan angina ketika hendak salat, maka seharusnya ia berwudu. Akan tetapi ia berdiri dan menghardikku. Mendengar penuturan Salma Rasulullah pun tersenyum seraya bersabda, Wahai Abu Rafi, ia tidak menyuruhmu melainkan hanya suatu kebaikan! Hani Al Haj, 1001 Kisah Teladan

Selasa, 06 Maret 2012

Wanita Sabar dan Tegar

Dalam perang Uhud, sebagian pejuang Islam, termasuk Sayyidina Hamzah, gugur sebagai syahid. Tersebar berita, Rasulullah saw. juga syahid. Setelah perang Uhud usai, para wanita Madinah berangkat menuju Uhud. Kedatangan mereka disambut Rasulullah saw. Saat itu, Zainab saudari Abdullah bin Jahsy menemui Rasulullah saw. Lalu Rasulullah saw. bersabda kepadanya, Sabar dan tegarlah! Ia bertanya, Atas apa? Atas kesyahidan saudaramu, Abdullah. Zainab menjawab, Kesyahidan baginya adalah menyenangkan. Rasulullah saw. bersabda, Bersabarlah! Atas apa? tanya Zainab. Atas kesyahidan pamanmu, Hamzah. Kita semua berasal dari-Nya dan kepada-Nyalah akan kembali. Selamat atas maqam syahadah yang telah diraihnya, jawab Zainab. Rasulullah saw. bersabda, Sabar dan kuatkanlah dirimu! Atas apa? Jawab Zainab. Atas kesyahidan suamimu Mash ab bin Umair. Tatkala mendengar jawaban ini, Zainab langsung menangis dengan keras dan memilukan. Rasulullah saw. bersabda, Kedudukan suami di sisi istri sedemikian tinggi sehingga tak seorang un yang mampu menyamainya. Namun, Zainab menjawab mereka yang menanyakan, Mengapa berkenaan dengan suamimu engkau menangis sedemikian rupa, Zaenab menjawab, Tangisanku bukan karena suamiku yang sesungguhnya telah berhasil mendapatkan anugerah kesyahidan dan keridaan Rasulullah saw. Tangisanku dikarenakan anak-anak yatimnya, aa yang harus kukatakan kepada mereka tatkala mereka mencari ayahnya? Sumber dikutip dari: Muhammad Muhammadi, Cerita-Cerita Hikmah

Keimanan Nabi Ibrahim a.s. kepada Allah SWT.

Nabi Ibrahim a.s. sebelum menjadi rasul, baginda mencari siapakah sebenarnya Tuhan alam ini. Walaupun dia masih belum tahu Allah, tapi dia tahu tindakan bapaknya dan masyarakatnya yang ketika itu menyembah batu-batu berhala adalah salah. Mana mungkin batu yang tidak boleh bergerak dan bercakap dijadikan Tuhan. Lalu baginda bertanya, sebagaimana Surah Maryam: 41-48 yang artinya, Wahai bapakku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak bisa mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolongmu sedikit pun? Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah engkau menyembah setan, sesungguhnya aku khawatir bahwa engkau akan ditimpa azab dari Tuhan yang Maha Pemurah, maka engkau menjadi kawan bagi setan. Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, niscaya kamu akan kurajam dan tinggalkanlah aku untuk waktu yang lama. Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu. Aku akan memintakan ampun untukmu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan apa yang kamu seru selain Allah dan aku akan berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku. Ketika malam telah menjadi gelap, ia melihat sebuah bintang dan kemudian berkata, inilah Tuhanku. Tetapi ketika bintang itu tenggelam, maka ia berkata, Aku tidak suka kepada yang tenggelam. Kemudian ketika ia melihat bulan terbit, maka ia berkata, Inilah Tuhanku. Tetapi setelah bulan itu terbenam ia berkata, Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat, Selanjutnya ketika ia melihat matahari terbit, ia berkata, Inilah Tuhamku, ini yang lebih besar. Maka ketika matahari itu terbenam ditelan kegelaan, ia tidak percaya lagi. Nabi Ibrahim a.s. sangat kecewa. Lalu baginda bersungguh-sungguh berdoa agar dipertemukan dengan Tuhan. Baginda tidak ingin jadi orang yang tidak mendapatkan dan termasuk hidayah. Orang yang sesat. Dan pada suatu hari, Allah SWT. telah menurunkan wahyu yang memperkenalkan Allah SWT. sebagai tuhan melalui tanda-tanda keagungannya. Kemudian nabi Ibrahim a.s. berkata, Hai kaumku, sesungguhnya aku melepaskan diri dari apa yang kalian persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. Dan demikian Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi. Dan Kami memperhatikannya agar Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin. (QS Al An’am: 75) Sumber dikutip dari Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi

Al Quran dan Kata-Kata Ash Shabib bin Abbad

Wazir Ash Shabib bin Abbad berdebat dengan seorang tokoh Yahudi di kota Ar Rayi tentang kemikjizatan Al Quran. Laki-laki ini berbicara panjang lebar memperdebatkan dan mempertanyakan kebenaran Al Quran sehingga Ash Shabib nyaris naik pitam. Ketika orang Yahudi itu melihat gelagat demikian, ia kemudian berkilah untuk menenangkannya sambil berkata, Ash Shabib, mengapa engkau marah? Bagaimana mungkin Al Quran menjadi tanda bukti dan petunjuk atas kenabian dan mukjizat dari sudt keteraturan dan susunannya? Jika para ahli balaghah, sebagaimana yang engkau kemukakan tidak mampu. Ketahuilah! Aku mempercayai diriku sendiri dan aku katakana bahwa tulisanmu dan kata-katamu serta karanganmu, baik rosa maupun puisi atau yang lebih dari itu, atau dekat dengan itu, bagiku semuanya tampak bukan sesuatu yang lain. Mendengar kata-katanya demikian, Ash Shabib bin Abbad menjadi reda dan tenang kembali seraya berkata, Tidaklah demikian pula kata-kata kami, meskipun ungkapannya padat berisi, jelas dan tajam, namu Al Quran memiliki kelebihan yang tidak data diabaikan! Ini semua ia kemukakan sementara perasaannya telah kembali normal dan kemarahannya telah adam disertai perasaan kagum yang telah merasuk dalam jiwanya dan kegembiraan menguasai raut mukanya, karena ia melihat kata-katanya menjadi penyebab keraguan terhadap orang-orang Yahudi yang berusaha mencari kilah sedemikian rupa dan sikap permusuhan keras serta kegigihan mereka menentang Al Quran. Maka yang demikian itu juga akan menjadi penyebab keraguan bagi orang-orang Nasrani karena mereka lebih lembut daripada orang Yahudi. Dikutip dari : Hani Al Haj, 1001 Kisah Teladan

Kamis, 23 Februari 2012

Kesombongan Iblis terhadap Adam a.s.

Ketika Allah SWT. menciptakan Nabi Adam a.s. Allah SWT. berfirman : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi ini. Dan malaikat berkata, Apakah Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi ini orang yang membuat kerusakan dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji-Mu serta mensucikan-Mu? Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui. Dan Allah SWT. mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat, lalu berfirman, Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kalian memang orang-orang yang benar. Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. Kemudian Allah SWT. berfirman kepada malaikat, Bersujudlah kalian kepada Adam. Seluruh malaikat pun bersujud, kecuali iblis. Ia enggan dan menyombongkan diri. (QS Al Baqarah/2: 30-34) Allah SWT. berfirman, Hai iblis, apakah yang mengahalangimu sujud kepada yang telah Kuciptakan dengan kedua (tangan-Ku)? Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang lebih tinggi? Dengan sombong iblis berkata, Aku lebih baik darinya karena Engkau telah menciptakan aku dari api, sedangkan Engkau ciptakan Adam dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang dibentuk. Allah swt. murka kepada iblis. Maka kelurlah kamu dari surga. Sesungguhnya kamu adalah orang yang terkutuk, dan sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari pembalasan. Ya Tuhanku, berikanlah tangguh kepadaku sampai hari mereka dibangkitkan. Jika demikian, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang dibei tangguh sampai pada hari yang telah ditentukn waktunya (hari kiamat). Ya Tuhanku, karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, maka aku akan menyesatkan mereka semua, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis (ikhlas) di antara mereka. Maka yang benar adalah sumpah-Ku, dan hanya kiebenaran itulah yang Kukatakan. Sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahanam dengan jenismu dan orang-orang yang mengikutimu di antara mereka semua. (QS Sad/38: 67-68) Disadur dari : Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi

Bertobatnya Seorang Perampok

Dikisahkan bahwa terdapat sekawanan perampok yang sangat mengganggu masyarakat. Hamper setiap hari mereka melakukan aksinya, bahkan tidak segan-segan mereka juga membunuh korbannya, jika mereka tidak mau memberikan hartanya. Pada suatu malam, sekawanan perampok itu keluar untuk melakukan kejahatan kembali terhadap kafilah dagang yang diperkirakan sedang dalam perjalanan. Akan tetapi, kegelapan malam membuat penglihatan merekan tidak dapat memantau keadaan. Sementara malam semakin gelap dan upaya mereka mencegat kafilah itu berakhir sia-sia. Lalu, mereka meliht dari kejauhan sebuah rumah yang tampak nyala api penerang kecil dari dalamnya. Mereka kemudian datang mendekat lalu mengetuk pintaunya seraya berkata kepada tuan rumah, Kmi pasukan jihad fi sabilillah yang tersesat dalam kegelapan malam. Kiranya engkau berkenan menerima kedatangan kami untuk bermalan di sini? Tuan rumah itu pun menyambut mereka dengan baik dan menyediakan kamar khusus serta memberikan pelayanan sebagaimana layaknya terhadap tamu. Tuan rumah itu mempunyai seorang anak cacat yang mengalami lumpuh. Pada pagi harinya, ia bangun dan mengambil sisa air yang digunakan oleh para tamu itu lalu berkata kepada istrinya, Usaplah anak kita dengan sisa air itu, mudah-mudahan dengan keberkahan para mujahid fi sabilillah itu akan menjadi perantara bagi kesembuhan anak kita. Sebab air ini bekas wudu dan bersuci mereka. Perempuan itu pun melakukan apa yang diperintahkan oleh suaminya. Pada sore harinya, para perampok itu datang kembali dengan membawa hasil rampokannya untuk bermalam lagi di rumah itu. Melihat keadaan anak itu dapat berjalan dengan tegak, para perampok itu heran dan terperangah seraya berkata, Apakah itu anak yang kami lihat kemarin lumpuh? Tuan rumah menjawab, Ya, benar, kami telah mengambil bekas air yang digunakan untuk berwudu dan bersuci kalian lalu mengusapkan pada kakinya. Lalu Allah SWT. memberikan kesembuhan. Bukankah kalian para mujahid fi sabilillah? Mendengar ketulusan jawaban lelaki itu, mereka menangis dan terharu lalu berkata, Wahai lelaki yang baik hati, sebenarnya kami bukanlah orang-orang yang berperang di jalan Allah, melainkan kami adalah sekawanan pearmpok. Allah telah memberikan kesembuhan kepada anakmu karena niat baikmu. Kini, kami bertobat kepada Allah. Tidak sepatutnya kami menjadi perampok lagi. Mereka meninggalkan perbuatan dosa itu kemudian bergabung dengan pasukan jihad agar benar-benar menjadi bagian dari mujahid fi sabilillah. Dikutip dari : Hani Al Haj, 1001 Kisah Teladan

Ali r.a. Si Cerdik Pandai

Pada suatu hari Rasulullah saw. berkata kepada para sahabat, Sudikah kalian aku beritahukan mengenai amal perbuatan para pahlawan? Wahai Rasulullah, apakah amal perbuatan para pahlawan tersebut? Yaitu mencari ilmu karena sesungguhnya ilmu itu adalah cahaya orang mukmin di dunia dan akhirat. Aku adalah kota (gudang) ilmu, sedangkan Ali r.a. adalah pintu masuknya, sabda Rasul. Ketika kaum Khawarij mendengar sabda Rasulullah saw. tersebut, timbullah rasa hasud dan dengki pada Ali r.a. Akhirnya, sepuluh orang pembesar di antara mereka berkumpul membuat persekongkolan. Mereka sepakat bahwa masing-masing dari mereka menanyakan masalah yang sama. Jika Ali menjawab masing-masing dari pertanyaan mereka dengan jawaban yang lain, maka berarti Ali memang berilmu luas sebagaimana yang disabdakan Rasulullah. Salah seorang dari mereka datang dan mengawalai pertanyaan kepada Ali. Hai Ali, manakah yang lebih utama, ilmu ataukah harta? Aapa alasan dan argumentasi Anda? Ilmu adalah warisan para nabi, sedangkan harta adalah warisan Qarun, Fir aun, dan lain sebagainya, jawab Ali. Setelah mendapat jawaban dari Ali, orang pertama yang bertanya langsung pergi. Lalu orang kedua bertanya dengan pertanyaan yang sama. Ali menjawab. Ilmu lebih utama dri harta karena ilmu akan menjaga dan melindungi Anda, sementara harta justru kamu yang menjaganya. Kemudian orang yang ketiga menyusul dan bertanya seperti pertanyaan yang diajukan orang pertama dan orang kedua. Ali menjawab, Ilmu lebih utama dari harta. Apa alasan dan srgumentasi Anda dengan jawaban itu? Pharta mempunyai banyak musuh, sementara pemilik ilmu mempunyai banyak teman. Selanjutnya datanglah orang yang keempat, kelima, dan seterusnya sampai orang kesepuluh dengan pertanyaan yang sama. Tetapi Ali r.ra berhasil memberikan jawaban yang berbeda dan memuaskan. Di antara jawaban-jawaban Ali adalah ilmu lebih utama daripada harta karena jika harta dibelanjakan, maka akan berkurang, sedangkan ilmu akan semakin bertambah. Pemilik harta akan mendapat julukan bakhil, sementara pemilim ilmu mendapat panggilan orang yang mulia dan terhormat. Harta perlu penjagaan, sedangkan ilmu tidak perlu penjagaan. Pemilik harta akan dihisab pada hari kiamat, sedangkan pemilik ilmu akan disyafaati pada hari kiamat. Harta akan rusak seiring perjalanan waktu, sementara ilmu tidak akan rusak atau binasa. Harta bisa membuat hati keras dan membatu, ilmu sebagai pelita penerang cahaya hati. Dan yang terakhir pemilik harta mendapat predikat sebagai orang yang materialisme dan pemuja harta, sementara pemilik ilmu mendapatkan predikat sebagai penghamba Allah swt. Selanjutnya, Ali berkata, Seandainya mereka masih bertanya lagi dalam masalah ini tentu aku akan menjawab dengan jawaban lain, selama aku masih hidup. Akhirnya, mereka mengakui ketinggian dan keluasan ilmu Ali r.a. sebagaimana sabda Nabi saw. Lalu mereka semua datang dan menyerahkan dirinya masuk Islam. Sumber : As Syekh Muh. Bin Abu Bakar, Mutiara Kisah Teladan di Balik Hadis Nabi

Kisah Perjalanan Nabi Nuh a.s.

Nabi Nuh a.s. adalah rasul pertama yang diutus Allah SWT. dengan risalah ketuhanan kepada kaumnya yang menyembah berhala dan terus-menerus dalam kesesatan serta kekafiran. Kamu Nabi Nuh ada yang menyembah bentang-bintang, berhala-berhala, atau menyembah selain Allah SWT. Nabi Nuh mengajak kaumnya menyembah Allah SWT., tetapi hanya sedikit yang mau beriman. Bahkan, putra Nabi Nuh sendiri tidak mau beriman kepada Allah SWT. malah mengikuti ajakan orang kafir. Setelah Nabi Nuh mencurahkan segala tenaga untuk berdakwah kepada kaumnya dan merasa tertutup segala jalan untuk mengajak mereka ke jalan yang benar, ia pun berlindung kepada Allah SWT. atas perilaku kaumnya. Nabi Nuh berdoa kepada-Nya agar tidak membiarkan orang-orang kafir itu terus-menerus dalam kesesatan, mereka akan menyesatkan orang lain dari kebenaran dan menyebarkan dosa-dosa mereka sampai anak cucunya. Pada akhirnya mereka melahirkan orang-orang yang serupa dengan mereka dalam kekafiran dan perbuatan dosa. Allah SWT. mengabulkan doa Nabi Nuh dan mewahyukan kepadanya bahwa tidak seorang pun akan selamat, kecuali orang-orang yang mengikutinya dan menyuruh Nabi Nuh agar tidak merasa sedih dengan pendustaan orang-orang kafir terhadapnya karena Allah SWT. akan menenggelamkan mereka semua. Allah SWT. menyuruh Nabi Nuh membuat kapal dan memberitahukan kepadanya bahwa Allah akan mengawasi dan memeliharanya serta melarangnya untuk mendoakan orang-orang kafir dengan keselamatan selama mereka tetap berada dalam kekafiran. Allah SWT. juga menyuruh Nabi Nuh membawa keluarga dan kerabat bersamanya di dalam kapal dengan pengecualian dua orang di antara mereka lantran kafir kepada Allah SWT., mereka adalah istri dan seorang anaknya, Kan’an. Nabi Nuh berkata kepada orang-orang yang beriman itu. Naiklah ke atas kapal dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuh karena kapal itu bukanlah sebab terjadinya keselamatan, tetapi Allah-lah yang memberi keselamatan karena Dia yang menjalankan dan memberhentikan kapal itu. Tiba-tiba datang air dahsyat dri langit dan bumi berkumpul menyatu sehingga timbul air bah. Atas kuasa Allah SWT. Nabi Nuh dan orang-orang yang beriman selamat dari musibah tersebut. Setelah kapal terdampar di gunung dan bumi menelan air bah, Allah SWT. menyuruh Nabi Nuh turun ke bumi dengan selamat dan diliputi keberkahan bersama orang-orang yang beriman. Sumber : Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi

Kamis, 26 Januari 2012

Teks Humor Naratif dan Dramatik"" MENIPU TUHAN

Abu Nawas sebenarnya seorang ulama yang alim. Tak begitu mengherankan jika Abu Nawas mempunyai murid yang cukup banyak. Di antara sekian banyak muridnya, ada satu orang yang selalu menanyakan mengapa Abu Nawas mengatakan begini dan begitu. Suatu ketika, ada tiga orang tamu bertanya kepada Abu Nawas dengan pertanyaan yang sama. Orang pertama mulai bertanya. “Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?” “Orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil,” jawab Abu Nawas. “Mengapa?” kata orang pertama. “Sebab, lebih mudah diampuni Tuhan,” kata Abu Nawas. Orang pertama puas karena ia memang yakin begitu. Orang kedua bertanya dengan pertanyaan yang sama. “Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?” “Orang yang mengerjakan dosa-dosa besar,” jawab Abu Nawas. “Mengapa?” kata orang kedua. “Sebab, pengampunan Allah kepada hamba-Nya sebanding dengan besarnya dosa hamba itu.” jawab Abu Nawas. Orang ketiga juga bertanya dengan pertanyaan yang sama. “Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?” “Orang yang tidak mengerjakan keduanya, tentu tidak memerlukan pengampunan dari Tuhan,” kata Abu Nawas. Orang ketiga menerima alasan Abu Nawas. Kemudian, ketiga orang itu pulang dengan merasa puas. Karena belum mengerti, seorang murid Abu Nawas bertanya. “Mengapa dengan pertanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yang berbeda?” “Manusia dibagi tiga tingkatan. Tingkatan mata, tingkatan otak, dan tingkatan hati.” “Apakah tingkatan mata itu?” tanya murid Abu Nawas. “Anak kecil yang melihat bintang di langit, mengatakan bintang itu kecil. Ia hanya menggunakan mata,” jawab Abu Nawas mengandaikan. “Apakah tingkatan otak itu?” tanya murid Abu Nawas. “Orang pandai yang melihat bintang di langit. Ia mengatakan bintang itu besar karena ia berpengetahuan,” jawab Abu Nawas. “Lalu, apakah tingkatan hati itu?” tanya murid Abu Nawas. “Orang pandai dan mengerti yang melihat bintang di langit. Ia tetap mengatakan bintang itu kecil walaupun ia tahu bintang itu besar. Karena, bagi orang yang mengerti, tidak ada sesuatu apa pun yang besar jika dibandingkan dengan Kemahabesaran Allah.” Kini murid Abu Nawas mulai mengerti mengapa pertanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yang berbeda. Ia bertanya lagi. “Wahai Guru, mungkinkah manusia bisa menipu Tuhan?” “Mungkin,” jawab Abu Nawas. “Bagaimana caranya?” tanya murid Abu Nawas ingin tahu. “Dengan merayu-Nya melalui pujian dan doa,” kata Abu Nawas. “Doa itu begini: Wahai Tuhanku, aku ini tidak pantas menghuni surga, tetapi aku tak akan kuat panasnya api neraka. Oleh sebab itu, terimalah tobatku serta ampunilah dosa-dosaku. Karena sesungguhnya Engkaulah Zat yang mengampuni dosa-dosa besar.”

NOVEL "PASAR MALAM"

Matahari telah turun menjelang tirai peraduan di balik bumi, meninggalkan cahaya yang merah kuning laksana emas baru disepuh di pinggir langit di pihak barat. Burung-burung beterbangan pulang ke sarangnya. Dengan tergesa-gesa sambil berkotek memanggil anak, masuklah ayam ke dalam kandang karena hari telah samara muka. Cengkerik mulai berbunyi bersahut-sahutan, menyatakan bahwa hari sudah senjakala. Ketika itu sunyi senyap, seorang pun tak ada kelihatan orang di jalan. Di jembatan pada sebuah kampung, kelihatan tiga orang duduk berjuntai. Mereka duduk seakan-akan ada suatu rahasia yang dimufakatkannya, yang tidak boleh sedikit juga didengar orang lain. Sambil melihat kesana-kemari, kalau-kalau ada orang lalu lintas, mereka itu mulai bercakap-cakap. “Sebulan lagi ada pacuan kuda dan pasar malam di Bukittinggi,” kata seorang di antara mereka itu yang tidak lain dari Kacak memulai percakapannya. “Saat itulah yang sebaik-baiknya bagi kita akan membalaskan dendamku selama ini kepada Midun. Tak dapat tidak, tentu Midun pergi pula melihat keramaian itu. Orang kampung telah tahu semua, bahwa saya bermusuh dengan dia. Jika kalau dia saya binasakan di sini, malu awak kepada orang. Tentu orang kampung syakwasangka kepada saya saja, kalau ada apa-apa kejadian atas diri Midun. Lagi pula ia tak pernah keluar, hingga sukar akan mengenalnya. Oleh sebab itu, telah bulat pikiran saya, bahwa hanya di Bukittinggilah saya dapat membinasakannya. Bagaimana pikiran lenggang? Sukakah Lenggang menolong saya dalam hal ini? Budi dan jerih Lenggang itu, saya berjanji akan memberi sesuatu yang menyenangkan hati Lenggang.” “Cita-cita Engku Muda itu mudah-mudahan sampai,” jawab Lenggang, sambil melihat keliling, takut kalau-kalau ada orang mendengar. “Kami berdua berjanji menolong Engku Muda sedapat-dapatnya. Jika tak sampai yang dimaksud, tidaklah kami kembali pulang. Tidak lalu dendang di darat kami layarkan, tak dapat dengan lahir, dengan batin kami perdayakan. Sebab itu, apa yang kami kerjakan di Bukittinggi, sekali-kali jangan Engku Muda campuri, supaya Engku jangan terbawa-bawa. Biarkanlah kami berdua, dan dengar saja oleh Engku Muda bagaimana kejadiannya. Ada dua jalan yang harus kami kerjakan. Tapi… maklumlah Engku Muda, tentu dengan biaya. Lain daripada itu, ingatlah Engku Muda, rahasia ini hanya kita bertiga saja hendaknya yang tahu. Panda-pandai Engku Muda menyimpan, sebab hal ini tak dapat dipermudah karena perkara jiwa.” “Seharusnya saya yang akan berkata begitu,” ujar kacak sambil mengeluarkan uang kertas Rp25 dari koceknya, lalu diberikannya kepada Lenggang. “Bukankah tuan-tuan membela saya, masakan saya bukakan rahasia ini. Biar apa pun terjadi atas diri Lenggang kedua, jangan sekali-kali nama saya disebut-sebut. Saya ucapkan, moga-moga yang dimaksud sampai, karena bukan main sakit hatiku kepada Midun, anak si peladang jahanam itu! Jika dia sudah luput dari dunia ini, barulah senang hati saya. Sekarang baik kita bercerai-cerai dulu, karena kalau telalu lama bercakap-cakap, jangan-jangan dilihat orang.” Setelah ketiganya berteguh-teguhan janji bahwa rahasia itu akan dibawa mati, maka mereka pun pulang ke rumah masing-masing. Lenggang dengan temannya sangat bersuka hati mendapat uang itu. Gelak mereka terbahak-bahak, lenggangnya makin jadi, tak ubah sebagai namanya pula. Bahaya apa yang akan menimpa kelak, sedikitpun tak dipedulikan Lenggang. Memang Lenggang sudah biasa menerima upah semacam itu. Pekerjaan itu sudah biasa dilakukannya. Sudah banyak ia menganiaya orang, satu pun tak ada orang yang tahu. Pandai benar ia menyimpan rahasia dan melakukan penganiayaan itu. Jika ada yang menaruh dendam kepada seseorang, dengan uang seringgit atau lima rupiah saja, telah dapat Lenggang disuruh akan membinasakan orang itu. Pekerjaan itu dipandangnya mudah saja, karena sudah biasa. Akan membinasakan Midun itu, tidak usah ia berpikir panjang, karena hal itu gampang saja pikirannya. Hanya yang dipikirkan Lenggang, tentu ia mendapat upah amat banyak dari Kacak, jika yang dimaksudkannya sampai. Kacak seorang kaya, sedangkan bagi permintaan yang pertama diberinya Rp25, padahal belum apa-apa lagi. Akan mengambil jiwa Midun, seorang yang boleh dikatakan masih kanak-kanank, tak usah dihiraukannya . . . . . Demikian pekerjaan mereka itu dua hari lamanya. Pada hari yang kelima pagi-pagi, Midun dan maun pergi ke pasar. Mereka berbelanja membeli ini dan itu karena hendak terus pulang setelah melihat pacuan kuda lusanya. Tengah hari kembalilah mereka ke lepau. Segala barang-barang yang dibeli, dipertaruhkannya kepada orang lepau itu. Setelah itu Midun hendak makan, tetapi maun masih di luar membeli rokok. Baru saja Midun duduk, Maun berseru dari luar, katanya, “Midun! Midun! Lihatlah, apa ini?” Midun melompat ke luar, hendak melihat apa yang diserukan kawannya itu. Di jalan kelihatan beberapa engku-engku dan tuan-tuan diarak dengan musik militer. Tiba-tiba Midun terkejut karena di dalam orang banyak itu kelihatan olehnya Kacak. Dengan segera ditariknya tangan Maun, lalu dibawanya masuk ke dalam lepau. Dengan perlahan-lahan Midun berkata, “Maun! Adakah engkau melihat Kacak di antara orang banyak itu?” “Tidak,” jawab Maun dengan cemasnya. “Adakah engkau meliat dia?” “Ada, rupanya dia ada pula datang kemari. Ketika saya melihatnya tadi, ia memandang kesana kemari, seakan-akan ada yang dicarinya dengan matanya itu, tidaklah saya ketahui. Saya amat heran karena ketika saya menampakkan tadi, darah saya berdebar. Yang biasa tidaklah demikian benar hal saya bagaimana melihat Kacak. Boleh jdi kita disini diintip orang, Maun! Siapa tahu dengan tidak disangka-sangka kita dapat bahaya kelak. Sebab itu, haruslah kita ingat-ingat selama di sini. Sesudah makan mereka pun berjalan-jalan ke pasar, melihat perarakan anak-anak sekolah dan lain-lain. Malam hari Midun tidak keluar melainkan tinggal di lepau nasi saja. Lain benar perasaannya sejak melihat Kacak hari itu. Besoknya ketika pacuan dimulai, mereka itu tidak pergi melihat, melainkan tinggal di lepau saja. Hanya pada hari yang kedua saja mereka hendak pergi sebentar. Sudah itu maksudnya hendak terus pulang kampung.

Contoh Teks Pidato

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Salam sejahtera, semoga rahmat Tuhan Yang Maha Esa senantiasa terlimpah pada kita semua. Ibu Fatmawati, selaku Wakil Kepala Sekolah Menengah Pertama III yang saya hormati, Bapak-Ibu Wali Kelas VII, VIII, dan IX yang saya hormati, Para Pengurus OSIS, serta para siswa yang saya sayangi. Kita sadar bahwa kita ingin memperoleh kemajuan dalam hidup. Salah satu persoalan yang sering menghambat kemajuan adalah kurangnya rasa percaya diri. Kurangnya rasa percaya diri, antara lain ditandai oleh kerisauan karena memikirkan kesan orang lain terhadap diri kita. Untuk membangkitkan rasa percaya diri, langkah awal yang dapat dilakukan, yakni menumbuhkan rasa senang terhadap hal-hal yang dilakukan dan sabar menghadapi hal-hal yang tidak disukai. Berikut ini beberapa kiat untuk membangun atau mempertahankan rasa percaya diri. Pertama-tama, ambillah secarik kertas dan daftarkan segala kebiasaan buruk kita. Misalnya, kalian tidak dapat mengatur waktu belajar dengan baik, meletakkan buku di sembarang tempat, suka mengobrol di kelas. Kemudian, tulislah usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mengubah kebiasaan buruk tersebut. Selanjutnya, bertekadlah untuk mengubah kebiasaan buruk itu. Jika kalian sering menghabiskan waktu hanya untuk mencari sebuah buku, hal ini pun dapat merusak rasa percaya diri. Berhentilah menyusahkan diri sendiri. Jadi, cobalah untuk meletakkan buku dan barang pribadi lainnya pada tempat yang tetap. Sebuah survey menjelaskan bahwa 1 dari 5 orang merasa risau dengan bentuk tubuhnya. Orang-orang yang kuran memiliki rasa percaya diri, sedikitnya bercermin 10 kali sehari. Mereka merasa memiliki kelemahan diri, misalnya tinggi badan kurang, warna kulit terlalu gelap, dan lain-lain. Hal ini jelas dapat merusak rasa percaya diri. Masalah tersebut dapat diatasi dengan membangun citra positif pada tubuh kita, misalnya dengan rajin membaca agar memiliki wawasan yang luas dan selalu bersyukur. Bagaimana sumbangan keluarga dan teman-teman dalam usaha membangun rasa percaya diri? Rasa percaya diri akan tumbuh jika rasa ketergantungan itu terus dikurangi. Rombaklah hubungan pribadi yang membuat kalian selalu bergantung, menjadi insane yang mandiri, memiliki inisiatif, dan ikut membangun hubungan keluarga dan social yang menyenangkan. Manfaatkan keluarga dan teman-teman sebagai sumber inspirasi untuk menunjukkan prestasi. Dari uraian tadi dapat disimpulkan bahwa rasa percaya diri penting untuk dibangun dan ditingkatkan. Mengapa? Sebab, rasa percaya diri memiliki sumbangan yang besar bagi kalian untuk meraih prestasi. Mudah-mudahan uraian ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas diri kita. Sekian uraian yang dapat Bapak sampaikan pada kesempatan ini. Terima kasih. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.