Selasa, 01 Mei 2012
Kisah Syaikh Muhammad Hamid
Al Kisah seorang ulama pada zaman dahulu yang bernama Syaikh Muhammad Hamid pernah bercerita Dulu ketika ia masih belajar di pesantren, pernah mengalami putus asa dalam belajar. Syaikh telah berusaha untuk belajar dengan tekun yakni dengan membaca buku, ia tetap tidak mengerti dan merasa terus bergumul dalam kebodohan. Semakin ia membaca, semakin bertambah pula rasa kebingungan yang ia rasakan. Akhirnya pada suatu waktu, ia memutuskan untuk berhenti belajar di pesantren dan pulang ke kampong halamannya. Ia pulang dengan berjalan dan melewati lorong dan lereng-lereng gunung. Naik turun ia lakukan seraya terus melakukan perenungan (dialektika pemikiran).
Sampai di suatu tempat, di bawah sebuah pohon yang rindang Syaikh merasa kecapaian dan akhirnya ia beristirahat. Tanpa diduga, dekat pohon tersebut, ada tetesan air dari daratan yang lebih tinggi. Tetesan air itu mengenai batu yang di atasnya terjadi pengikisan akibat dari tetesan air tersebut kemudian ia merenung dengan melihat pada batu itu. Akhirnya, ia mendapat inspirasi dan mengambil kesimpulan bahwa batu saja yang tampak kelihatan keras, tetapi bila ditetesi air terus-menerus akan terjadi pengikisan, bahkan sampai dalam, apalagi otak saya. Bukankah otak saya lebih lunak daripada batu? Akhirnya, Syaikh memutuskan untuk tidak jadi pulang ke kampong halamannya dan kembali ke pesantren. Sampai di pesantren, ia belajar dengan lebih tekun. Ia memulai menelaah sebuah buku dengan sungguh-sungguh dan terus mengkaji ilmu pengetahuan dengan serius. Akhirnya, ia menjadi orang alim dan bahkan menjadi salah seorang ulama besar yang sampai sekarang masih dimanfaatkan. Salah satu buku rujukan penting dalam berbagai disiplin ilmu agama, di antaranya Bulugul Maram. Akhirnya, beliau dikenal dengan panggilan Ibnu Hajar yang artinya anak batu.
Sumber: Ridwan Asy Syirbani Buku Membentuk Pribadi lebih Islami.
Ajal Manusia
Al kisah seorang pemuda nekat hendak bunuh diri karena dililit hutang dan tidak sanggup untuk membayarnya. Pada suatu hari, dia pergi ke suatu tempat yang sepi, di sana ia membuat simpul tali pada sebatang ranting pohon nangka lalu memasukkan lehernya ke dalam jeratan tali tersebut dan menendang batu yang dipakai untuk pijakan kaki. Begitu tubuhnya tergantung, ternyata ranting itu patah karena tidak kuat menahan berat badannya, maka jatuhlah pemuda itu persis di atas timpukan tahi kerbau. Kurang ajar! Mati yang aku cari, malah tahi kerbau yang aku dapat, umpatnya.
Keesokan harinya, pemuda itu mencoba lagi. Kali ini dia menunggu mobil yang melaju kencang di tiungan curam, di bawahnya terbentang jurang yang dalam. Pada suatu malam, dari kejauhan lewat bis penumpang yang dipacu sopirnya untuk mengejar tambahan penumpang, begitu bis sudah dekat, dia melemparkan dirinya ke tengah jalan agar terlindas oleh bis itu. Akan tetapi, yang namanya belum ajal berpantang untuk mati sopirnya awas melihat ada orang terlempar ke jalan, ia membanting stir arah ke kanan. Lantaran terlalu patah banting stirnya, bis itu tidak dapat dikendalikan langsung bis itu masuk jurang semua penumpang dan sopirnya tewas.
Dengan wajah murung pemuda itu menggumam sakin kesalnya. Akhirnya dia mencari jurang lain, di situ ia terjun sambil memejamkan matanya. Ternyata bukan di jurang yang dalam dia terhempas, hanya sebidang kebun teh yang rimbun. Ia cuma luka ringan dan ditolong oleh seorang janda cantik dan kaya pemilik kebun itu. Setelah pemuda tersebut sembuh, si janda muda itu tertarik lalu mengajak pemuda itu untuk menikahinya. Tiga tahun kemudian mereka menjadi suami istri dan bahagia. Si pemuda lupa akan niatnya hendak bunuh diri, bahkan sekarang menjadi takut mati.
Pada suatu malam, ia bermimpi didatangi oleh malaikat maut. Kepadanya malaikat maut berkata, Besok jam sembilan pagi engkau akan mati. Ia terbangun dan ketakutan, ia ingin segera lari dari tempat itu untuk menghindari malaikat maut. Tanpa berpikir dan tanpa pamit kepada istrinya, ia memacu mobilnya dengan kencang di jalanan. Ketika melewati tikungan tajam tempat tiga tahun yang lalu sebuah bis terjerumus ke dalam jurang akibat ulahnya, ia makin takut sebab saat itu pas jam sembilan. Akibatnya, ia tidak dapat mengendalikan stirnya karena slip dan pemuda itu jatuh ke dalam jurang. Pemuda itu mati seketika. Oleh karena itu, kematian jangan dicari, tetapi jangan pula ditakuti. Mereka yang mencari kematian berarti menyia-nyiakan hidup. Itu adalah dosa besar.
Sumber: K.H. Abdurrahman Arrosi, 30 Kisah Teladan
Keutamaan Salat Berjemaah
Dari Ubaidillah al Qawariri (guru Imam Bukhari dan Muslim) r.a. berkata, Aku tidak pernah absent dari berjemaah salat Isya sama sekali. Pada suatu malam, dating seorang tamu ke rumahku, aku pun menjadi sibuk karenanya sehingga aku tidak bias ikut salat Isya berjemaah. Setelah tamu itu pulang aku keluar untuk mencari orang turut berjemaah salat Isya di masjid-masjid kota Basrah. Namun, orang-orang telah melaksanakan jemaah Isya dan masjid-masjid pun sudah ditutup.
Akhirnya, aku pulang ke rumah dengan kecewa. Aku ingat suatu hadis yang menjelaskan bahwa salat berjemaah pahalanya dilipatgandakan sebanyak 27 kali lipat. Maka aku pun melaksanakan salat Isya sebanyak 27 kali kemudian tidur. Dalam tidur aku bermimpi seolah0olah bersama orang-orang sedang menunggang kuda dan kami saling berlomba. Aku mengejar kuda-kuda mereka, tetapi tidak dapat menyusul. Salah seorang di antara mereka menoleh ke arahku dan berkata, Janganlah engkau paksa kudamu, engkau tidak akan menyusul kami.
Aku bertanya tidak puas, Mengapa?
Karena kami melaksanakan salat Isya sevara berjemaah, sedangkan engkau salat Isya sendirian. Aku pun terbangun dari tidurku dengan perasaan sedih dan kecewa karena hal itu.
Sumber dari: Muhammas Amin al Jundi, 101 Kisah Teladan
Pertama Kali Diwajibkannya Salat Fardlu
Alkisah, Malaikat Jibril a.s. mendampingi Nabi Muhammad saw. sampai di langit keenam. Sebelum memasuki setiap langit dalam kerajaan Allah SWT., Jibril selalu meminta izin terlebih dahulu. Begitu Jibril memintakan izin bagi Nabi Muhammas saw., sebelum memasuki langit ketujuh, terdengar suara, Siapa Anda?
Jibril, Jibril menjawab.
Siapa yang bersama Anda? tanya suara itu lagi.
Nabi dan Rasulullah, Muhammad saw.
Apakah ia diutus ke sini?
Benar.
Suara itu menyambut Nabi Muhammad saw. dan berkata, Selamat dating. Tamu terbaik telah tiba.
Beliau meneruskan kisahnya, sebagaimana tertulis dalam hadis Bukhari: T dengan Musa, Jibril berkata, Ini Musa. Ucapkanlah salam kepadanya. Aku (Muhammad) segera mengucapkan dan ia menjawabnya. Kemudian Musa berkata, Selamat dating saudara dan Nabi yang saleh. Ketika aku melewatinya, Musa menangis. Aku bertanya, Apa yang membuatmu menangis? Musa menjawab, Aku menangis karena umatku yang masuk surga lebih sedikit daripada umat nabi yang diutus sesudahku.
Setelah itu, di langit ketujuh, Rasulullah saw. berjumpa dengan bapak para nabi, Ibrahim a.s., kemudian beliau bersama Jibril naik ke Sidratulmuntaha. Saat itulah, salat 50 kali sehari diwajibkan. Setelah turun bersama Jibril, keduanya kembali bertemu dengan Nabi Musa. Nabi Musa bertanya kepada Nabi Muhammad saw., Apa yang diperintahkan kepada Anda? Rasulullah saw. menjawab, Lima puluh waktu salat sehari. Demi Allah, Aku sudah kenyang pengalaman menghadapi manusia. Aku menghadapi Bani Israil dengan susah payah. Kembalilah pada Tuhanmu lalu mintalah keringanan untuk umatmu.
Nabi Muhammad saw. melanjutkan ceritanya. Aku pun kembali ke Sidratulmuntaha. Ternyata Allah SWT. berkenan mengurangi 10 waktu salat. Kemudian aku kembali kepada Musa. Ia masih berkomentar sama bahwa salat 40 kali dalam sehari masih terlalu berat bagi umat Islam.
Rasulullah saw. kembali lagi ke Sidratulmuntaha. Kali ini beliau mendapatkan keringanan sepuluh waktu salat, hingga bilangan salat yang diwajibkan tinggal 30 kali. Namun, ketika berjumpa dengan Nabi Musa a.s., ia mengatakan bahwa jumlah tersebut masih terbiloang banyak. Demikian seterusnya, sampai salat yang diwajibkan kepada umat Islam tersisa hanya lima waktu sehari. Musa masih menganggap terlalu banyak. Musa menganjurkan Rasulullah saw. menghadap Allah SWT. memohon keringanan sekali lagi. Nabi Muhammad saw. menjawab, Sudah terlalu banyak aku memohon kepada-Nya sampai aku merasa malu. Kali ini, aku menerima dan rela.
Setelah melewati Musa, aku mendengar suara menggema, Aku rela atas tuntutan-Ku dan Aku ringankan untuk hamba-hamba-Ku. Rasulullah saw. menyadari bahwa Allah SWT. yang Maha Mengetahui, ternyata mengetahui yang terjadi antara dirinya dan Nabi Musa a.s. Akhirnya, salat yang diwajibkan kepada umat Islam adalah sebanyak lima waktu dalam seharinya. Sejak itulah, Rasulullah saw. beserta umatnya diperintahkan untuk melaksanakan salat fardu.
Sumber disadur dari : Ensiklopedi Al Quran Jilid 1
Salma Menyuruh Suaminya Berwudu Ketika Berhadas Saat Salat
Suatu ketika Abu Rafi mengeluarkan hadas (buang angin) saat sedang salat dan ia tetap melanjutkan salatnya. Salma, istrinya yang mengetahui suaminya tetap melanjutkan salat menyuruh supaya ia mengambil wudu lagi. Akan tetapi, Abu Rafi justru menghardiknya karena merasa tersinggung dan menganggap istrinya telah menyakiti dengan tegurannya itu. Mengetahui perbuatan Abu Rafi, Aisyah menyarankan agar Salma melaporkan kejadian itu kepada Rasulullah saw.
Setelah dilaporkan, Rasulullah saw kemudian memanggil mereka dan bertanya kepada Abu Rafi.
Apa yang terjadi dengan istrimu, wahai Abu Rafi?
Istriku telah melukaiku, wahai Rasulullah.
Kemudian beliau bertanya kepada Salma, Dengan apa engkau melukainya, wahai Salma?
Aku tidak melukainya dengan apapun selain karena dia mengeluarkan angin saat sedang salat. Lalu aku katakan padanya, Wahai Abu Rafi, sesungguhnya Rasulullah saw. telah memerintahkan orang-orang muslim, apabila salah seorang di antara mereka mengeluarkan angina ketika hendak salat, maka seharusnya ia berwudu. Akan tetapi ia berdiri dan menghardikku.
Mendengar penuturan Salma Rasulullah pun tersenyum seraya bersabda, Wahai Abu Rafi, ia tidak menyuruhmu melainkan hanya suatu kebaikan!
Hani Al Haj, 1001 Kisah Teladan
Selasa, 06 Maret 2012
Wanita Sabar dan Tegar
Dalam perang Uhud, sebagian pejuang Islam, termasuk Sayyidina Hamzah, gugur sebagai syahid. Tersebar berita, Rasulullah saw. juga syahid. Setelah perang Uhud usai, para wanita Madinah berangkat menuju Uhud. Kedatangan mereka disambut Rasulullah saw.
Saat itu, Zainab saudari Abdullah bin Jahsy menemui Rasulullah saw. Lalu Rasulullah saw. bersabda kepadanya, Sabar dan tegarlah!
Ia bertanya, Atas apa?
Atas kesyahidan saudaramu, Abdullah.
Zainab menjawab, Kesyahidan baginya adalah menyenangkan.
Rasulullah saw. bersabda, Bersabarlah!
Atas apa? tanya Zainab.
Atas kesyahidan pamanmu, Hamzah.
Kita semua berasal dari-Nya dan kepada-Nyalah akan kembali. Selamat atas maqam syahadah yang telah diraihnya, jawab Zainab.
Rasulullah saw. bersabda, Sabar dan kuatkanlah dirimu!
Atas apa? Jawab Zainab.
Atas kesyahidan suamimu Mash ab bin Umair.
Tatkala mendengar jawaban ini, Zainab langsung menangis dengan keras dan memilukan.
Rasulullah saw. bersabda, Kedudukan suami di sisi istri sedemikian tinggi sehingga tak seorang un yang mampu menyamainya.
Namun, Zainab menjawab mereka yang menanyakan, Mengapa berkenaan dengan suamimu engkau menangis sedemikian rupa, Zaenab menjawab, Tangisanku bukan karena suamiku yang sesungguhnya telah berhasil mendapatkan anugerah kesyahidan dan keridaan Rasulullah saw. Tangisanku dikarenakan anak-anak yatimnya, aa yang harus kukatakan kepada mereka tatkala mereka mencari ayahnya?
Sumber dikutip dari: Muhammad Muhammadi, Cerita-Cerita Hikmah
Keimanan Nabi Ibrahim a.s. kepada Allah SWT.
Nabi Ibrahim a.s. sebelum menjadi rasul, baginda mencari siapakah sebenarnya Tuhan alam ini. Walaupun dia masih belum tahu Allah, tapi dia tahu tindakan bapaknya dan masyarakatnya yang ketika itu menyembah batu-batu berhala adalah salah. Mana mungkin batu yang tidak boleh bergerak dan bercakap dijadikan Tuhan. Lalu baginda bertanya, sebagaimana Surah Maryam: 41-48 yang artinya, Wahai bapakku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak bisa mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolongmu sedikit pun? Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah engkau menyembah setan, sesungguhnya aku khawatir bahwa engkau akan ditimpa azab dari Tuhan yang Maha Pemurah, maka engkau menjadi kawan bagi setan.
Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, niscaya kamu akan kurajam dan tinggalkanlah aku untuk waktu yang lama.
Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu. Aku akan memintakan ampun untukmu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan apa yang kamu seru selain Allah dan aku akan berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku.
Ketika malam telah menjadi gelap, ia melihat sebuah bintang dan kemudian berkata, inilah Tuhanku. Tetapi ketika bintang itu tenggelam, maka ia berkata, Aku tidak suka kepada yang tenggelam.
Kemudian ketika ia melihat bulan terbit, maka ia berkata, Inilah Tuhanku. Tetapi setelah bulan itu terbenam ia berkata, Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat, Selanjutnya ketika ia melihat matahari terbit, ia berkata, Inilah Tuhamku, ini yang lebih besar. Maka ketika matahari itu terbenam ditelan kegelaan, ia tidak percaya lagi.
Nabi Ibrahim a.s. sangat kecewa. Lalu baginda bersungguh-sungguh berdoa agar dipertemukan dengan Tuhan. Baginda tidak ingin jadi orang yang tidak mendapatkan dan termasuk hidayah. Orang yang sesat. Dan pada suatu hari, Allah SWT. telah menurunkan wahyu yang memperkenalkan Allah SWT. sebagai tuhan melalui tanda-tanda keagungannya. Kemudian nabi Ibrahim a.s. berkata, Hai kaumku, sesungguhnya aku melepaskan diri dari apa yang kalian persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.
Dan demikian Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi. Dan Kami memperhatikannya agar Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin. (QS Al An’am: 75)
Sumber dikutip dari Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi
Langganan:
Postingan (Atom)