I made this widget at MyFlashFetish.com.

Selasa, 01 Mei 2012

Orang Saleh Meninggal Setelah Mendengar Ayat Al Quran

Mansur ibn Ammar r.a. berkata, “Suatu hari aku singgah di kota Kufah. Ketika aku berjalan di kegelapan malam,aku mendengar tangisan memelas seorang laki-laki dari dalam sebuah rumah. Lelaki itu berkata, “Ya Tuhanku, demi kemuliaan dan keagungan-Mu, hamba tidak bermaksud mendurhakai-Mu dengan kemaksiatan-kemaksiatan hamba, tetapi hamba berbuat maksiat itu karena ketidaktahuan hamba akan siksa-Mu. Dengan tali siapa hamba berpegang teguh jika Engkau memutuskan tali-Mu dari hamba? Oh betapa berdosanya hamba! Tolonglah hamba ya Allah!” Mansur ibn Ammar meneruskan, “Ucapan lelaki itu membuatku menangis. Aku pun berhenti di depan rumahnya dan membacakan ayat untuknya, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamau dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahrim: 6). Tiba-tiba aku mendengar teriakan keras lelaki itu dan suara gaduh dalam rumahnya. Aku pun berhenti sampai suara lelaki itu terhenti, kemudian aku pergi.” Keesokan harinya, aku datang ke rumah lelaki itu. Aku mendapatkan orang itu sudah meninggal dan orang-orang sedang mengurus jenazahnya. Aku melihat seorang wanita tua sedang menangis. Aku menanyakan perihal dirinya dan orang-orang menjawab bahwa dia adalah ibu si mayyit. Aku mendekati wanita tua itu dan menanyakan keadaan si mayyit ketika hidup. Wanita itu menjawab, “Dia orang yang rajin berpuasa dan melakukan salat malam. Dia senantiasa mencari rezeki yang halal dan membagi penghasilannya menjadi tiga, sepertiga untuk nafkah dirinya, sepertiga untuk menafkahiku, dan sepertiganya ia sedekahkan. Tadi malam ada seseorang yang lewat – saat ia sedang membaca Al Quran – ia mendengar (orang itu membaca) suatu ayat dari Al Quran dan kemudian ia meninggal.” Sumber : Muhammad Amin Al Jundi, 1001 Kisah Teladan

Keislaman Abu Dzar Al Ghifari

Abu Dzar Al Ghifari r.a. adalah salah seorang sahabat Nabi saw. Yang terkenal. Al kisah waktu pertama kali ia mendengar kabar tentang kenabian Muhammad saw. Ia telah mengirim saudaranya ke Mekah untuk memastikan berita itu. Kepada saudaranya ia berkata, Apabila ada orang yang mengaku telah dating wahyu kepadaku dari langit, maka selidikilah dirinya dan dengarkanlah dengan baik-baik, katanya. Saudaranya pun pergi ke Mekah, setelah menyelidiki keadaan di sana, ia kembali dan berkata kepada saudaranya, Saya telah melihat bahwa ia berakhlak mulia dan terpuji. Dan saya telah mendengar ucaoannya yang sangat indah, namun bukan ucapan syair atau ahli sihir. Abu Dzar merasa tidak puas atas berita saudaranya itu sehingga ia memutuskan untuk pergi sendiri ke Mekah. Setibanya di sana, ia langsung menuju Masjidil Haram. Saat itu ia belum mengenal wajah Nabi saw. dan ia menduga tidaklah aman baginya jika ia bertanya tentang nabi kepada orang-orang. Sampai petang ia berada di sekitar masjid. Saat itu juga lewat Ali r.a. Ia melihat seorang musafir miskin dan tidak tahu apa-apa terlantar di jalanan. Hatinya pun tersentuh untuk menolong dan memenuhi keperluannya. Lalu Ali r.a. mengajak musafir itu ke rumah dan dilayaninya dengan baik. Kemudian Ali r.a. pun berfikir, musafir yang terlantar ini pasti mempunyai maksud dan tujuan dating ke mari, tetapi ia belum mengutarakannya kepadaku. Hari berikutnya Ali r.a. memberanikan diri untuk bertanya kepada tamunya. Apa tujuanmu dating ke sini? Abu Dzar meminta agar Ali r.a. berjanji untuk menjawab setiap pertanyaannya dengan jujur, barulah ia menyampaikan maksudnya. Ali r.a. berkata, Sungguh beliau adalah utusan Allah. Jika aku pergi esok hari, maka ikutilah aku. Aku akan mengantarkanmu kepadanya. Akan tetapi, penentangnya sangat banyak dan sangat berbahaya jika mereka mengetahui hubungan kita. Keesokan paginya, Ali r.a. dan musafir tersebut tiba di rumah Nabi saw. dengan sembunyi-sembunyi. Mereka berbincang-bincang dengan Nabi saw. Pada saat itulah Abu Dzar r.a. masuk Islam. Nabi saw. sangat mencemaskan keadaan Abu Dzar kalau-kalau ada gangguan yang menimpa dirinya, beliau melarang Abu Dzar untuk jangan menunjukkan keislamannya di muka umum. Nabi saw. bersabda, Pulanglah ke kaummu dengan sembunyi-sembunyi dan boleh kembali ke sini jika kami mendapat kemenangan. Abu Dzar berkata, Demi Dzat yang nyawaku di tangan-Nya, aku akan mengucapkan kalimat tauhid ini di hadapan orang-orang yang tanpa iman itu. Lalu ia langsung pergi ke Masjidil Haram dan dengan suara lantang ia berteriak, asyhadu allailaha illallah waasyhau anna muhammadan rasulullah. Begitu ia selesai mengucapkan syahadat orang-orang menyerangnya dari empat penjuru sehingga tubuhnya banyak yang terluka, bahkan ia hampir saja menemui ajalnya. Akan tetapi, untunglah paman Nabi yang bernama Abbas r.a. yang ketika itu belum memeluk Islam telah menghalangi perbuatan kaumnya yang menyiksa Abu Dzar sambil berteriak, Kalian sungguh zalim, orang itu adalah orang Ghifar, kabilah ini tinggal di antara jalan menuju ke Syam. Jika ia mati, maka jalan pulang pergi ke Syam akan tertutup bagi kita. Akhirnya, mereka meninggalkan Abu Dzar. Pada hari kedua, Abu Dzar r.a. berbuat hal yang sama. Ia pergi ke Masjidil Haram dan berteriak mengucapkan kalimat tauhid di hadapan orang banyak sehingga orang-orang yang membenci ucapannya itu kembali memukulinya. Pada hari itu pun Abbas r.a. jualah yang mengingatkan kaumnya bahwa jika dia mati, maka perjalanan dagang mereka akan tertutup. Dan mereka pun kembali meninggalkannya. Sumber: Ust. A. Abdurrahman Ahmad, Fadhilah Amal

Keutamaan Bersedekah pada Hari Jumat

Al kisah ada seorang pemuda dari Samarkan, dia mengalami sakit parah sudah begitu lama. Dalam keadaan sakit itu dia pernah berkata: Jika Allah SWT. mengaruniakan kesembuhan kepada dirinya, dia akan bernadzar akan menyedekahkan semua hasil pekerjaannya pada hari Jumat. Tidak berapa lama doanya terkabul, Allah SWT. benar-benar menyembuhkan semua penyakit yang dideritanya sehingga dia bisa hidup dan bekerja sebagai sedia kala. Kemudian, pada suatu waktu dia juga ingin bernazar untuk orang tuanya yang telah meninggal, tetapi dia belum memiliki cukup uang. Lalu, dia minta pendapat/fatwa kepada salah seorang ulama tempat dia tinggal bagaimana dia bias melaksanakan nazarnya. Ulama tersebut memberi jalan kepada pemuda itu yakni Pergi dan carilah kulit semangka lalu bersihkan dengan air, setelah itu pergilah ke jalan daerah Rasaniq kemudian lemparkan kulit semangka tersebut kepada himar-himar penduduk di sana dan niatkanlah pahalanya untuk orang tuamu sehingga kamu bisa bebas dari nazarmu. Sumber: Ahmad Syihabuddin Bin Salamal Al Qalyubi 215 Kisah yang Meneguhkan Iman

Kisah Syaikh Muhammad Hamid

Al Kisah seorang ulama pada zaman dahulu yang bernama Syaikh Muhammad Hamid pernah bercerita Dulu ketika ia masih belajar di pesantren, pernah mengalami putus asa dalam belajar. Syaikh telah berusaha untuk belajar dengan tekun yakni dengan membaca buku, ia tetap tidak mengerti dan merasa terus bergumul dalam kebodohan. Semakin ia membaca, semakin bertambah pula rasa kebingungan yang ia rasakan. Akhirnya pada suatu waktu, ia memutuskan untuk berhenti belajar di pesantren dan pulang ke kampong halamannya. Ia pulang dengan berjalan dan melewati lorong dan lereng-lereng gunung. Naik turun ia lakukan seraya terus melakukan perenungan (dialektika pemikiran). Sampai di suatu tempat, di bawah sebuah pohon yang rindang Syaikh merasa kecapaian dan akhirnya ia beristirahat. Tanpa diduga, dekat pohon tersebut, ada tetesan air dari daratan yang lebih tinggi. Tetesan air itu mengenai batu yang di atasnya terjadi pengikisan akibat dari tetesan air tersebut kemudian ia merenung dengan melihat pada batu itu. Akhirnya, ia mendapat inspirasi dan mengambil kesimpulan bahwa batu saja yang tampak kelihatan keras, tetapi bila ditetesi air terus-menerus akan terjadi pengikisan, bahkan sampai dalam, apalagi otak saya. Bukankah otak saya lebih lunak daripada batu? Akhirnya, Syaikh memutuskan untuk tidak jadi pulang ke kampong halamannya dan kembali ke pesantren. Sampai di pesantren, ia belajar dengan lebih tekun. Ia memulai menelaah sebuah buku dengan sungguh-sungguh dan terus mengkaji ilmu pengetahuan dengan serius. Akhirnya, ia menjadi orang alim dan bahkan menjadi salah seorang ulama besar yang sampai sekarang masih dimanfaatkan. Salah satu buku rujukan penting dalam berbagai disiplin ilmu agama, di antaranya Bulugul Maram. Akhirnya, beliau dikenal dengan panggilan Ibnu Hajar yang artinya anak batu. Sumber: Ridwan Asy Syirbani Buku Membentuk Pribadi lebih Islami.

Ajal Manusia

Al kisah seorang pemuda nekat hendak bunuh diri karena dililit hutang dan tidak sanggup untuk membayarnya. Pada suatu hari, dia pergi ke suatu tempat yang sepi, di sana ia membuat simpul tali pada sebatang ranting pohon nangka lalu memasukkan lehernya ke dalam jeratan tali tersebut dan menendang batu yang dipakai untuk pijakan kaki. Begitu tubuhnya tergantung, ternyata ranting itu patah karena tidak kuat menahan berat badannya, maka jatuhlah pemuda itu persis di atas timpukan tahi kerbau. Kurang ajar! Mati yang aku cari, malah tahi kerbau yang aku dapat, umpatnya. Keesokan harinya, pemuda itu mencoba lagi. Kali ini dia menunggu mobil yang melaju kencang di tiungan curam, di bawahnya terbentang jurang yang dalam. Pada suatu malam, dari kejauhan lewat bis penumpang yang dipacu sopirnya untuk mengejar tambahan penumpang, begitu bis sudah dekat, dia melemparkan dirinya ke tengah jalan agar terlindas oleh bis itu. Akan tetapi, yang namanya belum ajal berpantang untuk mati sopirnya awas melihat ada orang terlempar ke jalan, ia membanting stir arah ke kanan. Lantaran terlalu patah banting stirnya, bis itu tidak dapat dikendalikan langsung bis itu masuk jurang semua penumpang dan sopirnya tewas. Dengan wajah murung pemuda itu menggumam sakin kesalnya. Akhirnya dia mencari jurang lain, di situ ia terjun sambil memejamkan matanya. Ternyata bukan di jurang yang dalam dia terhempas, hanya sebidang kebun teh yang rimbun. Ia cuma luka ringan dan ditolong oleh seorang janda cantik dan kaya pemilik kebun itu. Setelah pemuda tersebut sembuh, si janda muda itu tertarik lalu mengajak pemuda itu untuk menikahinya. Tiga tahun kemudian mereka menjadi suami istri dan bahagia. Si pemuda lupa akan niatnya hendak bunuh diri, bahkan sekarang menjadi takut mati. Pada suatu malam, ia bermimpi didatangi oleh malaikat maut. Kepadanya malaikat maut berkata, Besok jam sembilan pagi engkau akan mati. Ia terbangun dan ketakutan, ia ingin segera lari dari tempat itu untuk menghindari malaikat maut. Tanpa berpikir dan tanpa pamit kepada istrinya, ia memacu mobilnya dengan kencang di jalanan. Ketika melewati tikungan tajam tempat tiga tahun yang lalu sebuah bis terjerumus ke dalam jurang akibat ulahnya, ia makin takut sebab saat itu pas jam sembilan. Akibatnya, ia tidak dapat mengendalikan stirnya karena slip dan pemuda itu jatuh ke dalam jurang. Pemuda itu mati seketika. Oleh karena itu, kematian jangan dicari, tetapi jangan pula ditakuti. Mereka yang mencari kematian berarti menyia-nyiakan hidup. Itu adalah dosa besar. Sumber: K.H. Abdurrahman Arrosi, 30 Kisah Teladan

Keutamaan Salat Berjemaah

Dari Ubaidillah al Qawariri (guru Imam Bukhari dan Muslim) r.a. berkata, Aku tidak pernah absent dari berjemaah salat Isya sama sekali. Pada suatu malam, dating seorang tamu ke rumahku, aku pun menjadi sibuk karenanya sehingga aku tidak bias ikut salat Isya berjemaah. Setelah tamu itu pulang aku keluar untuk mencari orang turut berjemaah salat Isya di masjid-masjid kota Basrah. Namun, orang-orang telah melaksanakan jemaah Isya dan masjid-masjid pun sudah ditutup. Akhirnya, aku pulang ke rumah dengan kecewa. Aku ingat suatu hadis yang menjelaskan bahwa salat berjemaah pahalanya dilipatgandakan sebanyak 27 kali lipat. Maka aku pun melaksanakan salat Isya sebanyak 27 kali kemudian tidur. Dalam tidur aku bermimpi seolah0olah bersama orang-orang sedang menunggang kuda dan kami saling berlomba. Aku mengejar kuda-kuda mereka, tetapi tidak dapat menyusul. Salah seorang di antara mereka menoleh ke arahku dan berkata, Janganlah engkau paksa kudamu, engkau tidak akan menyusul kami. Aku bertanya tidak puas, Mengapa? Karena kami melaksanakan salat Isya sevara berjemaah, sedangkan engkau salat Isya sendirian. Aku pun terbangun dari tidurku dengan perasaan sedih dan kecewa karena hal itu. Sumber dari: Muhammas Amin al Jundi, 101 Kisah Teladan

Pertama Kali Diwajibkannya Salat Fardlu

Alkisah, Malaikat Jibril a.s. mendampingi Nabi Muhammad saw. sampai di langit keenam. Sebelum memasuki setiap langit dalam kerajaan Allah SWT., Jibril selalu meminta izin terlebih dahulu. Begitu Jibril memintakan izin bagi Nabi Muhammas saw., sebelum memasuki langit ketujuh, terdengar suara, Siapa Anda? Jibril, Jibril menjawab. Siapa yang bersama Anda? tanya suara itu lagi. Nabi dan Rasulullah, Muhammad saw. Apakah ia diutus ke sini? Benar. Suara itu menyambut Nabi Muhammad saw. dan berkata, Selamat dating. Tamu terbaik telah tiba. Beliau meneruskan kisahnya, sebagaimana tertulis dalam hadis Bukhari: T dengan Musa, Jibril berkata, Ini Musa. Ucapkanlah salam kepadanya. Aku (Muhammad) segera mengucapkan dan ia menjawabnya. Kemudian Musa berkata, Selamat dating saudara dan Nabi yang saleh. Ketika aku melewatinya, Musa menangis. Aku bertanya, Apa yang membuatmu menangis? Musa menjawab, Aku menangis karena umatku yang masuk surga lebih sedikit daripada umat nabi yang diutus sesudahku. Setelah itu, di langit ketujuh, Rasulullah saw. berjumpa dengan bapak para nabi, Ibrahim a.s., kemudian beliau bersama Jibril naik ke Sidratulmuntaha. Saat itulah, salat 50 kali sehari diwajibkan. Setelah turun bersama Jibril, keduanya kembali bertemu dengan Nabi Musa. Nabi Musa bertanya kepada Nabi Muhammad saw., Apa yang diperintahkan kepada Anda? Rasulullah saw. menjawab, Lima puluh waktu salat sehari. Demi Allah, Aku sudah kenyang pengalaman menghadapi manusia. Aku menghadapi Bani Israil dengan susah payah. Kembalilah pada Tuhanmu lalu mintalah keringanan untuk umatmu. Nabi Muhammad saw. melanjutkan ceritanya. Aku pun kembali ke Sidratulmuntaha. Ternyata Allah SWT. berkenan mengurangi 10 waktu salat. Kemudian aku kembali kepada Musa. Ia masih berkomentar sama bahwa salat 40 kali dalam sehari masih terlalu berat bagi umat Islam. Rasulullah saw. kembali lagi ke Sidratulmuntaha. Kali ini beliau mendapatkan keringanan sepuluh waktu salat, hingga bilangan salat yang diwajibkan tinggal 30 kali. Namun, ketika berjumpa dengan Nabi Musa a.s., ia mengatakan bahwa jumlah tersebut masih terbiloang banyak. Demikian seterusnya, sampai salat yang diwajibkan kepada umat Islam tersisa hanya lima waktu sehari. Musa masih menganggap terlalu banyak. Musa menganjurkan Rasulullah saw. menghadap Allah SWT. memohon keringanan sekali lagi. Nabi Muhammad saw. menjawab, Sudah terlalu banyak aku memohon kepada-Nya sampai aku merasa malu. Kali ini, aku menerima dan rela. Setelah melewati Musa, aku mendengar suara menggema, Aku rela atas tuntutan-Ku dan Aku ringankan untuk hamba-hamba-Ku. Rasulullah saw. menyadari bahwa Allah SWT. yang Maha Mengetahui, ternyata mengetahui yang terjadi antara dirinya dan Nabi Musa a.s. Akhirnya, salat yang diwajibkan kepada umat Islam adalah sebanyak lima waktu dalam seharinya. Sejak itulah, Rasulullah saw. beserta umatnya diperintahkan untuk melaksanakan salat fardu. Sumber disadur dari : Ensiklopedi Al Quran Jilid 1

Salma Menyuruh Suaminya Berwudu Ketika Berhadas Saat Salat

Suatu ketika Abu Rafi mengeluarkan hadas (buang angin) saat sedang salat dan ia tetap melanjutkan salatnya. Salma, istrinya yang mengetahui suaminya tetap melanjutkan salat menyuruh supaya ia mengambil wudu lagi. Akan tetapi, Abu Rafi justru menghardiknya karena merasa tersinggung dan menganggap istrinya telah menyakiti dengan tegurannya itu. Mengetahui perbuatan Abu Rafi, Aisyah menyarankan agar Salma melaporkan kejadian itu kepada Rasulullah saw. Setelah dilaporkan, Rasulullah saw kemudian memanggil mereka dan bertanya kepada Abu Rafi. Apa yang terjadi dengan istrimu, wahai Abu Rafi? Istriku telah melukaiku, wahai Rasulullah. Kemudian beliau bertanya kepada Salma, Dengan apa engkau melukainya, wahai Salma? Aku tidak melukainya dengan apapun selain karena dia mengeluarkan angin saat sedang salat. Lalu aku katakan padanya, Wahai Abu Rafi, sesungguhnya Rasulullah saw. telah memerintahkan orang-orang muslim, apabila salah seorang di antara mereka mengeluarkan angina ketika hendak salat, maka seharusnya ia berwudu. Akan tetapi ia berdiri dan menghardikku. Mendengar penuturan Salma Rasulullah pun tersenyum seraya bersabda, Wahai Abu Rafi, ia tidak menyuruhmu melainkan hanya suatu kebaikan! Hani Al Haj, 1001 Kisah Teladan