Anisah Nur Masyitoh
Jumat, 24 Agustus 2012
Puisi – Kau
Karya Suparmiyati
Kau ajari aku memetik gitar kehidupan
Agar tercipta kasih yang lama tak
Kudendangkan
Kau yang ajari aku mengeja nama Tuhan
Yang lama tersingkir dalam benak
(Tahukah kau? Semua itu membuat
Kekagumanku tandas untukmu)
Kau izinkan aku duduk di beranda hatimu
Agar cukup kudongakkan kepalaku
Untuk melihat apa yang tersimpan di sana
Dan mengambil sebongkah cinta untukku
Kau yang ajari aku sisa hidup
Menghitung karunia yang tak terhingga
Bersama saputangan jingga di langit biru
Dalam sisa usia yang semakin luas
Dan
Mari kita bersandar
Di tiang kasih yang kita tegakkan
Mari kita berteduh
Di bawah pilar kebersamaan yang kita bangun
Contoh Syair
Diriku lemah anggotaku layu
Rasakan cinta bertalu-talu
Kalau begini datangnya selalu
Tentulah kakanda berpulang dahulu
Contoh Pantun Kilat
Gendang gendut, tali kecapi
Kenyang perut, senanglah hati
Pinggan tak retak, nasi tak ingin
Tuan tak hendak, kami tak ingin
Contoh Pantun Talibun
Kalau anak pergi ke pecan
Yuk beli belanak beli
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanak pun cari
Induk semang cari dahulu
Contoh Pantun Berkait
Sarang garuda di pohon beringin
Buah kemuning di dalam puan
Sepucuk surat dilayangkan angin
Putih kuning sambutlah Tuan
Buah kemuning di dalam puan
Dibawa dari Indragiri
Putih kuning sambutlah Tuan
Sambutlah dengan si tangan kiri
Dibawa dari Indragiri
Kabu-kabu dalam perahu
Sambutlah dengan si tangan kiri
Seorang makhluk janganlah tahu
Selasa, 01 Mei 2012
Orang Saleh Meninggal Setelah Mendengar Ayat Al Quran
Mansur ibn Ammar r.a. berkata, “Suatu hari aku singgah di kota Kufah. Ketika aku berjalan di kegelapan malam,aku mendengar tangisan memelas seorang laki-laki dari dalam sebuah rumah. Lelaki itu berkata, “Ya Tuhanku, demi kemuliaan dan keagungan-Mu, hamba tidak bermaksud mendurhakai-Mu dengan kemaksiatan-kemaksiatan hamba, tetapi hamba berbuat maksiat itu karena ketidaktahuan hamba akan siksa-Mu. Dengan tali siapa hamba berpegang teguh jika Engkau memutuskan tali-Mu dari hamba? Oh betapa berdosanya hamba! Tolonglah hamba ya Allah!”
Mansur ibn Ammar meneruskan, “Ucapan lelaki itu membuatku menangis. Aku pun berhenti di depan rumahnya dan membacakan ayat untuknya, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamau dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahrim: 6). Tiba-tiba aku mendengar teriakan keras lelaki itu dan suara gaduh dalam rumahnya. Aku pun berhenti sampai suara lelaki itu terhenti, kemudian aku pergi.”
Keesokan harinya, aku datang ke rumah lelaki itu. Aku mendapatkan orang itu sudah meninggal dan orang-orang sedang mengurus jenazahnya. Aku melihat seorang wanita tua sedang menangis. Aku menanyakan perihal dirinya dan orang-orang menjawab bahwa dia adalah ibu si mayyit. Aku mendekati wanita tua itu dan menanyakan keadaan si mayyit ketika hidup. Wanita itu menjawab, “Dia orang yang rajin berpuasa dan melakukan salat malam. Dia senantiasa mencari rezeki yang halal dan membagi penghasilannya menjadi tiga, sepertiga untuk nafkah dirinya, sepertiga untuk menafkahiku, dan sepertiganya ia sedekahkan. Tadi malam ada seseorang yang lewat – saat ia sedang membaca Al Quran – ia mendengar (orang itu membaca) suatu ayat dari Al Quran dan kemudian ia meninggal.”
Sumber : Muhammad Amin Al Jundi, 1001 Kisah Teladan
Keislaman Abu Dzar Al Ghifari
Abu Dzar Al Ghifari r.a. adalah salah seorang sahabat Nabi saw. Yang terkenal. Al kisah waktu pertama kali ia mendengar kabar tentang kenabian Muhammad saw. Ia telah mengirim saudaranya ke Mekah untuk memastikan berita itu. Kepada saudaranya ia berkata, Apabila ada orang yang mengaku telah dating wahyu kepadaku dari langit, maka selidikilah dirinya dan dengarkanlah dengan baik-baik, katanya. Saudaranya pun pergi ke Mekah, setelah menyelidiki keadaan di sana, ia kembali dan berkata kepada saudaranya, Saya telah melihat bahwa ia berakhlak mulia dan terpuji. Dan saya telah mendengar ucaoannya yang sangat indah, namun bukan ucapan syair atau ahli sihir. Abu Dzar merasa tidak puas atas berita saudaranya itu sehingga ia memutuskan untuk pergi sendiri ke Mekah. Setibanya di sana, ia langsung menuju Masjidil Haram. Saat itu ia belum mengenal wajah Nabi saw. dan ia menduga tidaklah aman baginya jika ia bertanya tentang nabi kepada orang-orang. Sampai petang ia berada di sekitar masjid.
Saat itu juga lewat Ali r.a. Ia melihat seorang musafir miskin dan tidak tahu apa-apa terlantar di jalanan. Hatinya pun tersentuh untuk menolong dan memenuhi keperluannya. Lalu Ali r.a. mengajak musafir itu ke rumah dan dilayaninya dengan baik. Kemudian Ali r.a. pun berfikir, musafir yang terlantar ini pasti mempunyai maksud dan tujuan dating ke mari, tetapi ia belum mengutarakannya kepadaku. Hari berikutnya Ali r.a. memberanikan diri untuk bertanya kepada tamunya. Apa tujuanmu dating ke sini? Abu Dzar meminta agar Ali r.a. berjanji untuk menjawab setiap pertanyaannya dengan jujur, barulah ia menyampaikan maksudnya. Ali r.a. berkata, Sungguh beliau adalah utusan Allah. Jika aku pergi esok hari, maka ikutilah aku. Aku akan mengantarkanmu kepadanya. Akan tetapi, penentangnya sangat banyak dan sangat berbahaya jika mereka mengetahui hubungan kita. Keesokan paginya, Ali r.a. dan musafir tersebut tiba di rumah Nabi saw. dengan sembunyi-sembunyi. Mereka berbincang-bincang dengan Nabi saw. Pada saat itulah Abu Dzar r.a. masuk Islam. Nabi saw. sangat mencemaskan keadaan Abu Dzar kalau-kalau ada gangguan yang menimpa dirinya, beliau melarang Abu Dzar untuk jangan menunjukkan keislamannya di muka umum. Nabi saw. bersabda, Pulanglah ke kaummu dengan sembunyi-sembunyi dan boleh kembali ke sini jika kami mendapat kemenangan. Abu Dzar berkata, Demi Dzat yang nyawaku di tangan-Nya, aku akan mengucapkan kalimat tauhid ini di hadapan orang-orang yang tanpa iman itu. Lalu ia langsung pergi ke Masjidil Haram dan dengan suara lantang ia berteriak, asyhadu allailaha illallah waasyhau anna muhammadan rasulullah. Begitu ia selesai mengucapkan syahadat orang-orang menyerangnya dari empat penjuru sehingga tubuhnya banyak yang terluka, bahkan ia hampir saja menemui ajalnya. Akan tetapi, untunglah paman Nabi yang bernama Abbas r.a. yang ketika itu belum memeluk Islam telah menghalangi perbuatan kaumnya yang menyiksa Abu Dzar sambil berteriak, Kalian sungguh zalim, orang itu adalah orang Ghifar, kabilah ini tinggal di antara jalan menuju ke Syam. Jika ia mati, maka jalan pulang pergi ke Syam akan tertutup bagi kita. Akhirnya, mereka meninggalkan Abu Dzar.
Pada hari kedua, Abu Dzar r.a. berbuat hal yang sama. Ia pergi ke Masjidil Haram dan berteriak mengucapkan kalimat tauhid di hadapan orang banyak sehingga orang-orang yang membenci ucapannya itu kembali memukulinya. Pada hari itu pun Abbas r.a. jualah yang mengingatkan kaumnya bahwa jika dia mati, maka perjalanan dagang mereka akan tertutup. Dan mereka pun kembali meninggalkannya.
Sumber: Ust. A. Abdurrahman Ahmad, Fadhilah Amal
Langganan:
Postingan (Atom)