I made this widget at MyFlashFetish.com.

Kamis, 23 Februari 2012

Kesombongan Iblis terhadap Adam a.s.

Ketika Allah SWT. menciptakan Nabi Adam a.s. Allah SWT. berfirman : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi ini. Dan malaikat berkata, Apakah Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi ini orang yang membuat kerusakan dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji-Mu serta mensucikan-Mu? Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui. Dan Allah SWT. mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat, lalu berfirman, Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kalian memang orang-orang yang benar. Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. Kemudian Allah SWT. berfirman kepada malaikat, Bersujudlah kalian kepada Adam. Seluruh malaikat pun bersujud, kecuali iblis. Ia enggan dan menyombongkan diri. (QS Al Baqarah/2: 30-34) Allah SWT. berfirman, Hai iblis, apakah yang mengahalangimu sujud kepada yang telah Kuciptakan dengan kedua (tangan-Ku)? Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang lebih tinggi? Dengan sombong iblis berkata, Aku lebih baik darinya karena Engkau telah menciptakan aku dari api, sedangkan Engkau ciptakan Adam dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang dibentuk. Allah swt. murka kepada iblis. Maka kelurlah kamu dari surga. Sesungguhnya kamu adalah orang yang terkutuk, dan sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari pembalasan. Ya Tuhanku, berikanlah tangguh kepadaku sampai hari mereka dibangkitkan. Jika demikian, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang dibei tangguh sampai pada hari yang telah ditentukn waktunya (hari kiamat). Ya Tuhanku, karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, maka aku akan menyesatkan mereka semua, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis (ikhlas) di antara mereka. Maka yang benar adalah sumpah-Ku, dan hanya kiebenaran itulah yang Kukatakan. Sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahanam dengan jenismu dan orang-orang yang mengikutimu di antara mereka semua. (QS Sad/38: 67-68) Disadur dari : Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi

Bertobatnya Seorang Perampok

Dikisahkan bahwa terdapat sekawanan perampok yang sangat mengganggu masyarakat. Hamper setiap hari mereka melakukan aksinya, bahkan tidak segan-segan mereka juga membunuh korbannya, jika mereka tidak mau memberikan hartanya. Pada suatu malam, sekawanan perampok itu keluar untuk melakukan kejahatan kembali terhadap kafilah dagang yang diperkirakan sedang dalam perjalanan. Akan tetapi, kegelapan malam membuat penglihatan merekan tidak dapat memantau keadaan. Sementara malam semakin gelap dan upaya mereka mencegat kafilah itu berakhir sia-sia. Lalu, mereka meliht dari kejauhan sebuah rumah yang tampak nyala api penerang kecil dari dalamnya. Mereka kemudian datang mendekat lalu mengetuk pintaunya seraya berkata kepada tuan rumah, Kmi pasukan jihad fi sabilillah yang tersesat dalam kegelapan malam. Kiranya engkau berkenan menerima kedatangan kami untuk bermalan di sini? Tuan rumah itu pun menyambut mereka dengan baik dan menyediakan kamar khusus serta memberikan pelayanan sebagaimana layaknya terhadap tamu. Tuan rumah itu mempunyai seorang anak cacat yang mengalami lumpuh. Pada pagi harinya, ia bangun dan mengambil sisa air yang digunakan oleh para tamu itu lalu berkata kepada istrinya, Usaplah anak kita dengan sisa air itu, mudah-mudahan dengan keberkahan para mujahid fi sabilillah itu akan menjadi perantara bagi kesembuhan anak kita. Sebab air ini bekas wudu dan bersuci mereka. Perempuan itu pun melakukan apa yang diperintahkan oleh suaminya. Pada sore harinya, para perampok itu datang kembali dengan membawa hasil rampokannya untuk bermalam lagi di rumah itu. Melihat keadaan anak itu dapat berjalan dengan tegak, para perampok itu heran dan terperangah seraya berkata, Apakah itu anak yang kami lihat kemarin lumpuh? Tuan rumah menjawab, Ya, benar, kami telah mengambil bekas air yang digunakan untuk berwudu dan bersuci kalian lalu mengusapkan pada kakinya. Lalu Allah SWT. memberikan kesembuhan. Bukankah kalian para mujahid fi sabilillah? Mendengar ketulusan jawaban lelaki itu, mereka menangis dan terharu lalu berkata, Wahai lelaki yang baik hati, sebenarnya kami bukanlah orang-orang yang berperang di jalan Allah, melainkan kami adalah sekawanan pearmpok. Allah telah memberikan kesembuhan kepada anakmu karena niat baikmu. Kini, kami bertobat kepada Allah. Tidak sepatutnya kami menjadi perampok lagi. Mereka meninggalkan perbuatan dosa itu kemudian bergabung dengan pasukan jihad agar benar-benar menjadi bagian dari mujahid fi sabilillah. Dikutip dari : Hani Al Haj, 1001 Kisah Teladan

Ali r.a. Si Cerdik Pandai

Pada suatu hari Rasulullah saw. berkata kepada para sahabat, Sudikah kalian aku beritahukan mengenai amal perbuatan para pahlawan? Wahai Rasulullah, apakah amal perbuatan para pahlawan tersebut? Yaitu mencari ilmu karena sesungguhnya ilmu itu adalah cahaya orang mukmin di dunia dan akhirat. Aku adalah kota (gudang) ilmu, sedangkan Ali r.a. adalah pintu masuknya, sabda Rasul. Ketika kaum Khawarij mendengar sabda Rasulullah saw. tersebut, timbullah rasa hasud dan dengki pada Ali r.a. Akhirnya, sepuluh orang pembesar di antara mereka berkumpul membuat persekongkolan. Mereka sepakat bahwa masing-masing dari mereka menanyakan masalah yang sama. Jika Ali menjawab masing-masing dari pertanyaan mereka dengan jawaban yang lain, maka berarti Ali memang berilmu luas sebagaimana yang disabdakan Rasulullah. Salah seorang dari mereka datang dan mengawalai pertanyaan kepada Ali. Hai Ali, manakah yang lebih utama, ilmu ataukah harta? Aapa alasan dan argumentasi Anda? Ilmu adalah warisan para nabi, sedangkan harta adalah warisan Qarun, Fir aun, dan lain sebagainya, jawab Ali. Setelah mendapat jawaban dari Ali, orang pertama yang bertanya langsung pergi. Lalu orang kedua bertanya dengan pertanyaan yang sama. Ali menjawab. Ilmu lebih utama dri harta karena ilmu akan menjaga dan melindungi Anda, sementara harta justru kamu yang menjaganya. Kemudian orang yang ketiga menyusul dan bertanya seperti pertanyaan yang diajukan orang pertama dan orang kedua. Ali menjawab, Ilmu lebih utama dari harta. Apa alasan dan srgumentasi Anda dengan jawaban itu? Pharta mempunyai banyak musuh, sementara pemilik ilmu mempunyai banyak teman. Selanjutnya datanglah orang yang keempat, kelima, dan seterusnya sampai orang kesepuluh dengan pertanyaan yang sama. Tetapi Ali r.ra berhasil memberikan jawaban yang berbeda dan memuaskan. Di antara jawaban-jawaban Ali adalah ilmu lebih utama daripada harta karena jika harta dibelanjakan, maka akan berkurang, sedangkan ilmu akan semakin bertambah. Pemilik harta akan mendapat julukan bakhil, sementara pemilim ilmu mendapat panggilan orang yang mulia dan terhormat. Harta perlu penjagaan, sedangkan ilmu tidak perlu penjagaan. Pemilik harta akan dihisab pada hari kiamat, sedangkan pemilik ilmu akan disyafaati pada hari kiamat. Harta akan rusak seiring perjalanan waktu, sementara ilmu tidak akan rusak atau binasa. Harta bisa membuat hati keras dan membatu, ilmu sebagai pelita penerang cahaya hati. Dan yang terakhir pemilik harta mendapat predikat sebagai orang yang materialisme dan pemuja harta, sementara pemilik ilmu mendapatkan predikat sebagai penghamba Allah swt. Selanjutnya, Ali berkata, Seandainya mereka masih bertanya lagi dalam masalah ini tentu aku akan menjawab dengan jawaban lain, selama aku masih hidup. Akhirnya, mereka mengakui ketinggian dan keluasan ilmu Ali r.a. sebagaimana sabda Nabi saw. Lalu mereka semua datang dan menyerahkan dirinya masuk Islam. Sumber : As Syekh Muh. Bin Abu Bakar, Mutiara Kisah Teladan di Balik Hadis Nabi

Kisah Perjalanan Nabi Nuh a.s.

Nabi Nuh a.s. adalah rasul pertama yang diutus Allah SWT. dengan risalah ketuhanan kepada kaumnya yang menyembah berhala dan terus-menerus dalam kesesatan serta kekafiran. Kamu Nabi Nuh ada yang menyembah bentang-bintang, berhala-berhala, atau menyembah selain Allah SWT. Nabi Nuh mengajak kaumnya menyembah Allah SWT., tetapi hanya sedikit yang mau beriman. Bahkan, putra Nabi Nuh sendiri tidak mau beriman kepada Allah SWT. malah mengikuti ajakan orang kafir. Setelah Nabi Nuh mencurahkan segala tenaga untuk berdakwah kepada kaumnya dan merasa tertutup segala jalan untuk mengajak mereka ke jalan yang benar, ia pun berlindung kepada Allah SWT. atas perilaku kaumnya. Nabi Nuh berdoa kepada-Nya agar tidak membiarkan orang-orang kafir itu terus-menerus dalam kesesatan, mereka akan menyesatkan orang lain dari kebenaran dan menyebarkan dosa-dosa mereka sampai anak cucunya. Pada akhirnya mereka melahirkan orang-orang yang serupa dengan mereka dalam kekafiran dan perbuatan dosa. Allah SWT. mengabulkan doa Nabi Nuh dan mewahyukan kepadanya bahwa tidak seorang pun akan selamat, kecuali orang-orang yang mengikutinya dan menyuruh Nabi Nuh agar tidak merasa sedih dengan pendustaan orang-orang kafir terhadapnya karena Allah SWT. akan menenggelamkan mereka semua. Allah SWT. menyuruh Nabi Nuh membuat kapal dan memberitahukan kepadanya bahwa Allah akan mengawasi dan memeliharanya serta melarangnya untuk mendoakan orang-orang kafir dengan keselamatan selama mereka tetap berada dalam kekafiran. Allah SWT. juga menyuruh Nabi Nuh membawa keluarga dan kerabat bersamanya di dalam kapal dengan pengecualian dua orang di antara mereka lantran kafir kepada Allah SWT., mereka adalah istri dan seorang anaknya, Kan’an. Nabi Nuh berkata kepada orang-orang yang beriman itu. Naiklah ke atas kapal dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuh karena kapal itu bukanlah sebab terjadinya keselamatan, tetapi Allah-lah yang memberi keselamatan karena Dia yang menjalankan dan memberhentikan kapal itu. Tiba-tiba datang air dahsyat dri langit dan bumi berkumpul menyatu sehingga timbul air bah. Atas kuasa Allah SWT. Nabi Nuh dan orang-orang yang beriman selamat dari musibah tersebut. Setelah kapal terdampar di gunung dan bumi menelan air bah, Allah SWT. menyuruh Nabi Nuh turun ke bumi dengan selamat dan diliputi keberkahan bersama orang-orang yang beriman. Sumber : Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi